Breaking

Friday, August 29, 2008

Buah Pena Abuya Ashaari Muhammad

Tak akan lengkap rasanya mengenal Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi dengan hanya menyaksikan sepak terjang amalannya saja, berupa proyek-proyek ekonomi, budaya dan pendidikan, di seluruh wilayah di dunia ini, walaupun itu merupakan inti dan fokus perjuangannya. Untuk mengenalnya, mau tak mau. kita wajib menyelami pula karya tulisnya yang telah memenuhi dunia keilmuan. Sebagai seorang ulama besar, beliau telah menulis dalam bentuk buku-buku karya-karya ilmiah. Sebagai pujangga besar, beliaupun telah mewariskan kepada kita maha karya sastra berupa sajak dan prosa.

Pada perjumpan saya yang pertama dengan muridnya di Palembang, sebagai awal perkenalan saya dengan Abuya, saya dihadiahi buku karya Abuya, "Mengenal Diri Melalui Rasa Hati". Itulah buku pertama Abuya yang singgah dalam kehidupan saya. Buku itu telah menjadi pengantar saya kepada khasanah karya Abuya yang lain di belakangnya

Buku Mengenal Diri Melalui Rasa Hati berisi essai dan sajak-sajak yang membahas tentang rahasia hati manusia. Hati dipandang sebagai satu yang misteri dan penuh rahasia. Menyelaminya bersifat wajib, karena di dalamnya kita mengenal siapa kita yang sesungguhnya. Dengan mengenal rasa hati, kita akan tahu kemana ujung perjalanan kita di dunia ini, an bagaimana kualitasnya. Dalam buku ini pula terdapat beberapa sajak tentang hati.

Setelah membaca buku "Mengenal Diri Melalui Rasa HAti", saya merasa menemui satu hal yang baru, format baru dalam perjuangan. Saya rasa inilah yang selama ini saya cari. Suatu pemikiran yang sederhana, menyentuh, dan sangat aplikatif. Suatu pola pikiran yang mudah dipahami dan terasa hidup. Sajak-sajak yang disampaikan terasa menyentuh perasaan yang sangat dalam, disamping berisikan bahan-bahan pemikiran.

Sebagian besar konsep yang pernah saya pelajari di Masjid Salman dulu, seperti tauhid, fikir-zikir, alam, manusia, sunatullah, dan sejarah shalafus-shaleh, sungguh aneh, dapat dirangkum oleh Abuya dalam beberapa sajak saja. Padahal sebelumnya saya harus mengernyitkan kening menelaah tumpukan buku-buku.

Tidak lebih seminggu, sejak Ust M. Rizal Khatib menghadiahkan buku "Mengenal Diri Melalui Rasa Hati" pada saya, saya sudah menamatkan membaca buku itu. Berkali-kali saya menatap ulang halaman-halaman yang telah saya lewati. Buku itu meninggalkan suatu rasa aneh di hati.

Walaupun buku ini mengingatkan saya pada fikiran Imam Al-Ghazali, tapi buku ini terasa sangat sederhana dengan ilustrasi yang mudah. Karya Abuya ini menyederhanakan pemikiran Al-Ghazali yang panjang lebar menjadi pemikiran yang mudah diamalkan. Barangkali karena ditulis dengan gaya bahasa "bertutur" maka terasa penulisnya ada dihadapan kita.

Buku itu telah mendorong saya untuk mencari karya Abuya yang lain. Tanpa banyak kesulitan 3 karya lainnyapun menghampiri saya. Itulah buku "Ibadah Menurut Islam", "Iman dan Persoalannya" dan "Kasih Sayang Kunci Perpaduan Sejagat". Selain buku-buku yang telah terbit itu, saya beruntung mendapatkan pula sejumlah makalah dan sajak-sajak beliau yang lain yang berbentuk lembaran-lembaran lepas.

Terlalu panjang kalau seluruh buku Abuya diringkas disini. Saya hanya mendorong anda untuk ikut menyelami khasanah ilmu yang luar biasa ini melalui buah pena Abuya yang luar biasa.

Secara umum, Abuya dalam karya-karyanya menekankan bahwa perjuangan menegakkan syariat itu ialah menegakkan hukum Islam yang 5 (wajib, sunnat, makruh, haram, dan mubah) di semua peringkat dan aspek kehidupan. Itulah matlamat perjuangan. Kekuatan ekonomi, kekuasaan politik, kedudukan, popularitas, dan seluruh kekayaan duniawi hanyalah alat perjuangan. Jangan keliru menempatkan mana matlamat dan mana alat. Abuya memperlihatkan betapa banyak pejuang yang keliru dalam memahami semuanya ini. Mereka mempertukarkan alat dengan matlamat. Padahal alat perjuangan dapat dikembangkan dengan kreatif tergantung keperluan semasa. Matlamat mesti tetap.

Karena itu, kejayaan perjuangan dalam definisi Abuya hanya diukur dari dapat atau tidaknya redho Tuhan serta tegak atau tidaknya syariat Tuhan dalam kehidupan. Bila tegak dinamakan berjaya, dan bila tidak tegak itulah gagal, betapapun kekuasaan ekonomi, politik dan lain-lain di tangan.

Perjuangan mesti dibuat dalam urutan yang benar, tidak boleh diacak semaunya. Penegakan syariat mesti mengikuti kaedah yang ditetapkan Allah. Allah telah tetapkan bahwa perjuangan untuk peringkat kaum (masyarakat), mesti bermula dari perjuangan pada peringkat individu dan keluarga. Perjuangan mesti bermula dari perbaikan diri. Setelah itu dilanjutkan dengan perbaikan keluarga, berikutnya jamaah, kemudian masyarakat, negara dan dunia. Setiap pejuang mesti dilengkapi dengan pemahaman yang dalam mengenai Al-Quran dan As-Sunnah. Pemahaman inilah yang dinamakan minda. Setelah itu barulah dia akan mampu menegakkan hablumminallah dan hamblumminannas.

Hati yang diisi dengan iman, yang membuahkan rasa bertuhan, akan menjadi daya pendorong luar biasa bagi perjuangan. Abuya selalu menyampaikan bahwa hawa nafsu adalah musuh terbesar. Hawa nafsu hanya dapat dijinakkan oleh rasa takut dan cinta pada Allah yang selalu dibawa bersama. Dari sinilah lahirnya taqwa dalam jiwa. Dan taqwa merupakan modal terbesar untuk mendapatkan pertolongan Tuhan. Pembangunan material yang tidak didasari pada pembangunan insaniah, yaitu pembangunan roh yang bertaqwa, hanya akan menyisakan kemelaratan dan kesengsaraan manusia.

Barangkali yang khas dari pemikiran Abuya, adalah keyakinan beliau, bahwa kebangkitan Islam akan terjadi di abad ini, bahkan lebih spesifik di awal abad ini. Kepemimpinan yang akan dipimpin oleh khalifah akhir zaman yang akan meratakan keadilan di seluruh dunia, akan bermula di kawasan melayu (Indonesia-Malaysia). Inilah yang telah disebutkan dan dijanjikan oleh Rasulullah SAW dulu. Kalau kita memahami sepotong-sepotong, memang konsep ini susah untuk dicerna dan dimengerti, terutama oleh mereka yang sekularismenya telah mengkristal di otak. Tapi setelah kita mencoba memahami keseluruhan pemikiran Abuya, lambat laun konsep seperti ini tidak aneh lagi. Kita dapat menerima dengan lapang dada.

Pada awalnya beberapa pemikiran Abuya, terasa aneh. Saya mengalami itu. Salah satu contoh, masalah "tawasul". Pada mulanya ada kekhawatiran, kalau saya akan terjatuh pada syirik. Pemikiran seperti itu terjadi, karena banyak diantara kita, khususnya saya, tidak memahami hakikat syirik yang sebenarnya.

Karya-karya Abuya tidak hanya tinggal di kertas. Saya melihat bahwa karya-karya itu menyatu dalam cara berpikir, dan perilaku murid-muridnya yang banyak. Murid-murid beliau menyebar di berbagai kota di Indonesia dan beberapa negara lain, tapi memiliki kesamaan langkah dan perilaku. Mereka memiliki daya juang yang luar biasa. Mereka fanatik berat dengan Abuya. Dari beberapa orang yang saya temui secara terpisah, bahkan saya melihat kesamaan cara berpikir. Padahal saya tahu mereka datang dari berbagai latar-belakang. Saya yakin, ini tidak mungkin dilahirkan oleh seorang guru biasa tanpa karamah. Banyak guru-guru agama di mana saja. Tapi berapa orang yang dapat dipengaruhi perilakunya oleh guru itu? Bahkan saya sering melihat guru yang bahkan tak mampu mengubah perilaku anak dan istrinya sendiri, juga tidak mampu mengubah perilakunya sendiri. Aneh kan?

Saya bertemu dengan murid-murid Abuya di Palembang, Bandung, dan Jakarta. Dengan izin Allah, saya sempat juga berjumpa dengan murid-murid beliau di Malaysia, Singapura, dan Brunei. Ada suatu gambaran yang jelas tentang sosok Abuya. Ust Muhammad Jundullah, misalnya yang saya temui pertama kali sekitar Juli 2002, di rumahnya di Jakarta, telah mengesankan saya akan pribadi yang simpati tapi gigih. Saya menyaksikan lahirnya pemikiran-pemikiran Abuya itu pada murid-murid beliau yang lain. Sepak terjang mereka, kebersamaan dan ukhuwah di antara mereka nampak selaras. Melihat lurusnya shaf shalat mereka saja telah merupakan satu fenomena tersendiri. Apalagi jika dilihat perilaku yang selaras satu sama lain. Saya sempat menjumpai beberapa orang anaknya dan puluhan murid-murid yang selalu berjejer di depannya berkarya, baik di Malaysia dan di tempat-tempat lain yang berbeda-beda baik di Indonesia dan Malaysia. Semuanya menggambarkan keramahan dan kegigihan yang sama. Pola perjuangan yang sama. Subhanallah.

Alhamdulillah, Awal Januari 2003, saya diizinkankan Allah berjumpa dengan tokoh yang hampir setahun ini saya kenal hanya melalui buku, sajak, dan transkrip kuliah-kuliahnya, yaitu Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At-Tamimi. Memang jauh perjalanan yang mesti ditempuh agar dapat jumpa. Mesti ke Labuan, Malaysia Timur. Tapi saya puas dan bangga. Saya bersyukur bisa berjumpa pula dengan keluarga beliau, ketiga istri dan sebagian anak-anak beliau. Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan keluarga beliau, bagaimana kehidupan jamaah yang beliau bina, dan melihat berbagai proyek-proyek ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan yang dibangun untuk perjuangan. Istri saya telah pula menyertai saya berjumpa Abuya Mei 2003 yang baru lalu pada perjumpaan saya yang kedua.

Dengan izin Allah, sayapun akhirnya bekesempatan menyertai ekspedisi bersama jamaah Abuya di beberapa kota di Indonesia. Saya ikut pula ekpedisi ke Thailand, Singapura, Brunei, Yordania, Syuriah, Makkah dan Madinah. Perjalanan itu semakin memperlihatkan betapa luasnya jalinan da'wah dan hebatnya kepemimpinan Beliau.

Ketika berbagai tokoh baru memperkatakan iman, ukhuwah, dan kasih sayang. Abuya, keluarga. Dan jamaahnya telah menampakkannya dalam wujud yang dapat dibuktikan.

Saya belum beruntung untuk membaca seluruh karya Abuya, karena sebagian besarnya belum saya peroleh. Tapi kalau sekedar 27 judul buku. ditambah dengan sejumlah transkrip kuliah dan bundelan sajak, ya sudah saya baca. Dari biografi beliau, Abuya khabarnya telah menulis lebih dari 60 judul buku. Jadi baru saya baca sepertiganya. Betapa luasnya khazanah ilmu beliau. Betapa produktifnya beliau menuliskan karya-karya itu. Kalaulah bukan karena pertolongan Allah, tentu karya-karya itu tak mungkin wujud. Dari buku-buku yang pernah saya baca saja, bertebaran berbagai hikmah dari berbagai persoalan Islam dan Ummat. Semuanya dikemas dengan bahasa sederhana, mudah dipahami. Ilustrasinya hidup. Kata-katanya menyentuh perasaaan. Tauhid, rasa bertuhan, dan rasa kehambaan merupakan inti pembahasannya dengan berbagai implikasinya pada kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Banyak istilah yang didefinisikan kembali sesuai dengan pemahaman beliau terhadap Al-Quran dan Sunnah. Semua itu sangat aktual.

Ada yang datang bertanya pada saya, "Apa yang menarik anda dengan Abuya?". Saya menjawab, "hampir semuanya". Dalam dirinya ada Iman, ada Ilmu, dan ada Amal. Suatu ketika, saya rasakan beliau sebagai ulama besar dengan seluruh khazanah ilmunya, kadang-kadang beliau terasa sebagai guru yang sangat perhatian pada murid-muridnya. Kadang-kadang terasa beliau sebagai pemimpin ummat yang sangat kharismatik. Bagi yang pernah berjumpa langsung, tentu akan merasakan bahwa beliau sebagai sang ayah yang sangat kasih pada putra putrinya. Barangkali beliau memang manusia dengan multi dimensi, yang dalam diri beliau ada keempat-empatnya. Itu sebagai buah dari perjalanan hidup beliau, berjuang untuk Tuhan. Akankah kita menapaki jalan yang sama? Semoga! Wallahu a'lam.

2 comments:

  1. Amin ya Rabb..apa yang dinukilkan amat jelas sekali di saat manusia kehilangan Tuhan..adalah lagi insan yang menunjuk kita jalan Tuhan..semoga kita bersama-sama dengan golongan ini.

    ReplyDelete