Breaking

Sunday, February 23, 2014

Sunday, February 23, 2014

Darul Arqam: Aqidah dan Dakwah

Tak disangka, ternyata ada juga kawan saya yang merespons  tulisan saya tentang Obituari Dr. Riesdam Effendi, mantan tokoh Arqam yang wafat 5 Februari 2014 yang lalu, dengan satu pertanyaan serius. "Apakah semua yang ada di dalam Darul Arqam  itu buruk semuanya sehingga  orang yang keluar dikatakan telah insaf dan kembali ke jalan yang benar?"

Wah, terus  terang, pertanyaan itu menarik sekaligus sulit dijawab. Saking sulitnya, tidak mungkin saya jawab dalam satu  kata "ya" atau "tidak".  Bahkan, dengan satu kalimat pun tidak mungkin.  Saya harus membuka catatan-catatan saya tentang  organisasi yang pernah saya masuki 2002-2010 yang lalu itu agar jawaban saya tidak disalahartikan.

NOSTALGIA

Darul Arqan atau Al-Arqam atau Arqam didirikan di Malaysia tahun 1968 oleh sebuah kelompok usrah yang terdiri dari beberapa orang aktifis muda. Ashaari Muhammad, yang kemudian memimpin oragnisai ini sampai akhir hayatnya, adalah salah seorang dari mereka. Ini mungkin sudah banyak yang tahu.

Dari istilah"usrah" yang dipakai, terlihat kalau organisasi Arqam itu ada kaitan (setidak-tidaknya terinspirasi) dengan  gerakan da'wah Ikhwanul Muslimin di Mesir.  Barangkali berbeda dari gaya Ikhwanul Muslimin, pendekatan Arqam dalam berdakwah  hampir seperti Jamaah Tabligh. Dakwahnya halus, anti kekerasan. Bahkan, tidak pakai demo-demoan.

Dari segi  zikir, wirid, dan maulid, mereka menggunakan cara tarekat sufi. Tarekat yang dipilih adalah tarekat Aurad Muhammadiah, tarekat yang ada cabangnya di Malaysia dan Singapura.  Ada juga yang mengatakan di peringkat awal, Arqam juga mengamalkan tarekat Naqsabandiah karena di dalam Arqam ada tokoh Naqsabandiah yang bernama Mukhtar Ya'kub. 

Dari segi kunut dan thaharah Arqam terlihat seperti bermazhab  Syafei, tapi dari shalat jama' dan qashar mereka mirip orang-orang Syiah.

Intinya, Arqam nampak seperti  gado-gado.

Tapi, justru kegado-gadoan itu barangkali yang membuat Arqam menjadi menarik kepada publik. Jadilah Arqam sebuah fenomena sekitar tahun 70-80, dekade pertama perkembangan Arqam.



Model perkampungan Islam yang didirikan Arqam di Sungai Penchala barangkali jarang ditemukan di dunia ini.  Dibandingkan kebanyakan gerakan Islam yang mengambil cara-cara ceramah atau tabligh, Arqam memang beda. Arqam mengambil jalan yang khas. Pendekatan dakwahnya individu per individu. Setelah pendekatan individu sukses, barulah dilakukan pendekatan komunal dalam bentuk perkampungan dengan melibatkan hampir seluruh aspek kehidupan berjamaah. 

Masyarakat Indonesia mengenal Arqam sekitar tahun 1987 ketika Ashaari Muhammad beserta rombongannya mulai memasuki wilayah Indonesia.  Belum jelas betul wilayah mana yang dikunjunginya pertama kali. Yang jelas mulai 1987 masyarakat di Indonesia mulai memerergoki rombongan laki-laki berjubah dan beserban serta perempuan bercadar bertamu ke rumah-rumah tokoh-tokoh masyarakat.

Mereka, orang-orang Arqam, rajin menemui  kelompok mahasiswa di kampus-kampus. Wajar kalau pengikut Arqam di Indonesia pada peringkat awal kebanyakannya adalah mahasiswa.  Pada masa itu, secara kebetulan, di Indonesia sedang aktif-aktifnya gerakan masjid kampus.

Melalui berbagai program yang cocok untuk kaum intelektual muda, Arqam berhasil menarik satu dua orang dari masjid kampus itu untuk menyertai mereka. Bagi Arqam, dapat satu atau dua orang sudah memadai. Orang-orang itu kemudian dijadikan tenaga inti penggerak kegiatan Arqam yang lebih besar.  Ada orang-orang Indonesia yang mereka bawa ke Malaysia, ada juga tenaga Indonesia yang ditempatkan sebagai penggerak di sini.

Cii-ciri Al-Arqam yang paling banyak diingat masyarakat Indonesia adalah perempuannya bercadar dan rela dipoligami dan secar terang-terangan. Mereka hidup berkoloni-koloni. Kalau keluar, mereka bergerombolan dengan pakaian yang hampir seragam. Dibanding Jamaah Tabligh yang juga berjubah dan beserban, pakaian orang-orang Arqam nampak lebih rapi dan bersih.

Dalam catatan saya, Ashaari Muhammad telah mengunjungi banyak tempat di Indonesia. Di beberapa tempat yang dikujunginya itu, Ashaari berhasil membentuk kelompok  usrah kecil yang berafiliasi kepadanya.  Anggota awal usrah rata-rata mahasiswa-mahasiswa. Kemudian, usrah itu diikuti juga oleh karyawan dan ibu-ibu rumah tangga. Kelompok-kelompok inilah yang kemudian membesar.

Dalam tahap awal, Arqam merekrut para simpati. Pada tahap berikutnya, para simpati itu digiring menjadi anggota paruh waktu. Pada tahap terakhir, anggota paruh waktu digiring menjadi loyalis yang bekerja penuh waktu di dalam jamaah.

Para loyalis yang berhasil dibentuk itu akan tinggal di perkampungan Arqam. Mereka tinggal dalam satu wilayah secara bergerombolan. Perkampungan itu didirikan di wilayah-wilayah yang ada pengikutnya dalam jumlah yang memadai. Sistem perkampungan ini menurut saya memang hebat. Loyalitas pengikut-pengikut yang tinggal di perkampungan itu luar biasa.

Sampai tahun 1994, pengikut Arqam asal Indonesia sudah cukup banyak, mungkin lebih dari 500 orang.  Tercatat, telah ada cabang Arqam di Aceh, Medan, Pekan Baru, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Jogja. Walaupun di kebanyakan  tempat, mereka hanya terdiri dari dua -tiga keluarga, di beberapa  daerah seperti Medan dan Pekanbaru, telah berdiri sekolah Arqam untuk kalangan internal.

Tahun 1994, orang Indonesia terkejut ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa ajaran Arqam sebagai  ajaran sesat sejalan dengan Pemerintah Malaysia yang juga menyatakan Arqam sebagai organisasi terlarang di seluruh Malaysia.

Kalau kita melihat hanya poin-poin negatif sebagai yang disebutkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia  dan Majelis Fatwa Kebangsaan Malaysia itu, kita akan menggeneralisasikan kalau Arqam itu buruk semua.

Menurut saya, janganlah begitu. Kita perlu juga menengok sedikit ke dalam Arqam dan seluruh gerakannya itu. Siapa tahu kita masih melihat yang positif. Ibarat sebatang pohon yang kena benalu, mungkin tidak seluruh pohon perlu ditebang. Cukup ranting busuknya saja yang dipangkas. Rasanya kurang logis bila di dalam sebuah komposisi, yang ada hanya yang buruk semata tanpa  ada yang baiknya sama sekali. Tapi, tetap hati-hati dalam memangkas karena yang busuknya itu bukan ranting-ranting kecilnya saja. bahkan batang utamanya disinyalir pun rusak.

Salah seorang Indonesia yang pernah mengkaji sistem dakwah Arqam secara komprehensif adalahTasman Ya'kub. Elok juga kita bertanya pada Tasman. Karya tulisnya bolehlah dibaca.

Melalui disertasi doktoralnya yang berjudul Dakwah Islam Dalam Perspektif Ashaari Muhammad, Tasman Yakub bercerita tentang organisasi fenomenal yang berpusat di Malaysia itu. Tasman mengajukan disertasinya itu kepada sidang guru besar UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta,  sekitar 2006. Dosen IAIN Imam Bonjol, Padang,ini menurut  saya cukup bagus bahasannya.

Di Malaysia, saya menemukan nama lain, seorang sosiolog dari Universitas Kebangsaan Malaysia,dengan bukunya  Al-Arqam di Sebalik Tabir. Pakar yang juga dosen itu, bernama Ann Wang Seng, mengkaji Arqam secara cukup komprenhensif.  Menurut Ann Wann Seng,  gerakan Arqam adalah gerakan social engineering yang sangat efektif di Malaysia. Ann Wann Seng mencatat perubahan-perubahan mendasar yang dihasilkan oleh sistem dakwah Arqam di Malaysia hingga bisa meraup tak kurang dari 10,000 pengikut di pertengahan 80-an.

Sayangnya, baik Tasman Ya'kub di Indonesia dan Ann Wan Seng di Malaysia belum melihat secara totalitas. Mereka melihat Arqam secara sosiologis saja sebagai sebuah gerakan dakwah murni. Barangkali spesialisasi mereka hanya di sana.

Keduanya sama sekali tidak menyentuh persoalan aqidah dan syariah yang membelit Arqam. Pada hal, pengharaman Arqam di Indonesia dan Malaysia justru berpusat  pada masalah Aqidah yang dianut oleh anggota Arqam.

Sejak tahun 1980, kemajuan sistem  ekonomi gaya Arqam dan kemajuan dalam sistem pendidikannya yang pesat ternyata tidak sejalan dengan fakta tentang aqidah dan ibadah yang justru merosot.  Masalah yang mebelit Arqam ini luput dari catatan kedua pakar tersebut.

HALUAN BARU ARQAM

Haluan Arqam dari sebuah gerakan tarekat yang berorientasi dakwah di era 70-an telah berubah menjadi organisasi yang beorientasi politik di era 80-an. Sejak 80-an berkali-kali diramalkan oleh Ashaari Muhamamd kalau ia akan menduduki jabatan Perdana Menteri Malaysia sebelum kedatangan Imam Mahdi. Jabatan itu seklau diklaim sudah dekat. Konon kabarnya, ramalan itu disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada Ashaari Muhammad. Kenyataannya, sampai Ashaari Muhammad wafat, jabatan itu tak pernah didudukinya.

Bukan saja orientasi baru itu sebenarnya yang dipermaslahkana kepada Arqam, ramalan-ramalan yang mengatasnamakan Rasulullah SAW itu dipandang merupakan sebuah penistaan kepada pribadi Rasulullah yang bersifat shiddiq. Ada penistaan agama untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi.

Ashaari Muhammad, sebagai pemimpin Arqam,  telah berhasil ditempatkan di dalam sistem Arqam yang baru sebagai figur yang tidak ada duanya. Dia diklaim sebagai seorang yang telah ditunjuk Tuhan memimpin sebuah gerakan untuk mempersiapkan kedatangan penyelamat dunia, Imam Mahdi. Doktrin itu tentunya diharapkan menjadi penguat bagi perjuangannya memenuhi cita-cita politik itu.

Yang menarik, perubahan orientasi Arqam itu dimulai di tahun 1980. Sebelum tahun itu, orientasi Arqam masih dalam koridor sosial, pendidikan, ekonomi, dan budaya berdasrkan perbaikan akhlak. Setelah tahun 1980, politik, kekusaaan, dan kepemimpinan masuk ke dalam doktrin-doktrinnya. Bahasa-bahasa (term) agama digunakan untuk memantapkan doktrin tersebut di kalangan pengikut. 

Kalau kita bentangkan timeline perjalanan Arqam dari 1968 sampai 1994, tahun 80 merupakan sebuah milestone penting. Arqam mengalami perubahan mendasar pada tahun 1980 itu.

Pada tahun itu, 1980, Ashaari Muhammad melengkapkan istrinya menjadi 4 dengan mengawini salah seorang pengikutnya yang bernama Hatijah Am. Kecerdasan Hatijah serta kemampuannya berbicara dan menulis telah memikat Ashaari untuk memasukkannya ke dalam baris perjuangan.

Hatijah yang waktu itu mahasiswa di salah satu bidang studi sains ditugasi menuliskan ceramah-ceramah Ashaari. Sejak tahun 1980 lahirlah buku-buku karya Ashaari yang sesungguhnya adalah transkrip ceramah-ceramahnya yang dibukukan oleh Hatijah. Melalui buku-buku itu, pengaruh Ashaari semakin kuat di tengah masyarakat. Pengaruh Hatijah pun semakin kuat di mata pengikut Ashaari. Doktrin-doktrin baru Arqam pun diperkenalkan kepada pengikut

Ketika  dimulainya era dakwah Arqam ke luar negeri, Hatijah tidak pernah absen. Dia mendamping Ashaari sebagai juru tulis. 

Dua kejaian pentimg dalam kehidupan Ashaari dan Arqam pun terjadi. Tak lama setelah pernikahan Ashaari dengan  Hatijah, Ashaari menceraikan istrinya yang pertama, Hasanah. Tak lama kemudian lagi, Ashaari mengeluarkan Mukhtar Yakub dari jamaah. Padahal, di kalangan pengikut Ashaari, Mukhtar terkenal dengan kemampuannya dalam bidang aqidah dan syariah. Kepergian Mukhtar Ya'kub ditandai oleh banyak pengamat pihak sebagai permulaan hilangnya kajian ilmu di dalam Arqam. Sebagai ganti ilmu, digunakan bisikan-bisikan alam ghaib sebagai rujukan. 

Ada yang  keberatan dengan analisis saya yang seolah-olah melemparkan kesalahan kepada istri keempat Ashaari itu. Pihak yang keberatan itu bersikukuh bahwa yang bertanggung jawab terhadap seluruh kesesatan Arqam adalah Ashaari Muhammad. Hatijah hanyalah seorang pesuruh yang patuh kepada suami.

Saya tidak ingin fokus pada siapa yang harus bertanggungjawab. Karena pemimpin Arqam adalah Ashaari, jelas beliaulah yang harus bertanggungjawab. Tapi, yang menarik bagi saya, berbagai keanehan di dalam Arqam dimulai sejak tahun 1980, saat bergabungnya Hatijah.

Mungkin itu suatu kebetulan. Ya, mungkin juga. Semoga begitu.

TAKSHUB

Sejak 1980, Ashaari Muhammad berhasil menambahkan satu strategi baru perjuangannya, yaitu takshub (kultus individu). Ini sama sekali tidak disinggung oleh Tasman maupun Ann Wann Seng dalam karyanya masing-masing.

Tahun 2005, Hatijah menulis biografi suaminya itu sebagai pemimpin yang paling ajaib di dunia. Hatijah mengakui di dalam buku itu kalau takshubitu dipilih Arqam  untuk menciptakan loyalitas anak buah. Hatijah berargumentasi bahwa Nabi pun mengajarkan takshub kepada para sahabatnya. Ketaatan anak buah tidak bisa diperoleh kecuali bila anak buah tidak mengkultuskan pemimpinnya.

Dengan informasi dari buku itulah, saya curiga kalau takshub itu adalah ide dari Hatijah.Wallahu a'lam.

Ketakshuban yang diterapkan Arqam kepada Ashaari Muhammad telah melahirkan pecapaian lahiriah yang luar biasa. Dengan ketakshuban, orang-orang yang dianggaptrouble maker dapat disingkirkan dengan cepat tanpa menimbulkan guncangan yang lama pada organisasi.

Melalui program takshub versi Arqam,  Ashaari Muhammad naik setingkat demi setingkat. Kalau awalnya Ashari dipanggil Ustaz, sejak tahun 1980 sudah harus dipanggil Syekh. Gelarnya yang baru itu adalah Syeikhul Arqam.

Kemudian Ashaari Muhammad berubah menjadi Syeikh Imam. Nasab Ashaari pun kemudian diciptakan. Dipilihlah At Tamimi.

Akhirnya, gelar lengkap Ashaari sejak tahun 80-an adalah Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad AtTamimi.

Ashaari bukan saja namanya yang semakin panjang sejak 80 itu, sejumlah atribut pun ditambahkan. Atribut yang ditempelkan pada Ashaari adalah:

  1. Ghaust, penolong
  2. Sahibuzzaman, pemilik zaman
  3. Mujaddid
  4. Pemuda Bani Tamim

At Tamimi ditambahkan di belakang namanya sebagai tanda bahwa beliau adalah pemuda bani Tamim, seorang tokoh yang disebutkan di dalam hadits Nabi yang akan mendampingi Imam Mahdi. 

Ide-ide yang diceramahkan Ashaari dan kemudian dibukukan oleh Hatijah Am diyakini di Arqam sebagai pemikiran-pemikiran tajdid. Walaupun secara isi, pemikiran-pemikiran itu diambil dari buku-buku lain. Hanya kemasannya yang beda. Dengan kemasa baru itu, Ashaari pun layak menyandang predikat mujaddid.

Sebagai sahibuzzaman, Ashaari mempunyai peranan besar dalam pengaturan alam semesta di sisi Tuhan. Banyak kejadian di dunia ini, mulai dari banjir, gempa bumi, badai, perang sebenarnya Ashaarilah yang merancangnya.

Tsunami yang melanda Aceh 2004 yang menewaskan 250,000 penduduk Aceh, menurut Hatijah Am, adalah atas kehendak Ashaari. 

Peran Ashaari sebagai sahibuzzaman tidak hanya mengatur kejadian fisik. Ashaari dapat memilih orang-orang yang mana yang akan diwafatkan Allah terlebih dulu dan mana yang belakangan.

Ashaari dipandang sebagai ghaust yang akan menolong pengikutnya. Ashaari tidak hanya menolong pengikutnya di dunia. Bahkan, Ashaari diyakini akan datang mendampingi muridnya di dalam kubur menjawab pertanyaan-pertanyaan Munkar Nankir. Ketika ditanya oleh malaikat, si Murid cukup memanggil Ashaari dengan kalimat "Abuya Tolong", Ashaari akan muncul di sisi kepalanya di liang lahat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Lebih dahsyat, Ashaari akan mendampingi muridnya di hadapan pengadilan Tuhan di mahsyar seperti seorang pengacara yang mendampingi kliennya di pengadilan.

Karena begitu pentingnya kedudukan Ashaari, hampir seluruh bagian tubuh Ashaari, kecuali yang najis, adalah berkah. Banyak pngikut Arqam  yang mengoleksi jenggot, kuku, dan kulit Ashaari yang mengelupas.

Seorang kawan saya mengaku telah memakan satu kelupasan kulit bibir Ashaari yang mengering yang diserahkan Ashaari kepadanya.

Apapun yang disentuh Ashaari menjadi berkah dan obat. Air bekas Ashaari mandi akan dibotolkan dan dibagi-bagi ke seluruh murid Ashaari untuk diminum atau dicampurkan ke air mandi masing-masing. Barang-barang bekas Ashaari, bukan saja diberikan cuma-cuma, bahkan murid kadang-kadang harus menebusnya dengan harga tertentu sebagai mahar.

TAQIAH

Strategi yang lupa juga dibahas oleh Tasman Ya'kub maupun Ann Wann Seng di dalam karyanya masing-masing adalah strategi Taqiah yang diterapkan di dalam Arqam.

Arqam mengamalkan berdusta demi kebenaran, taqiah. Praktek itu telah ditunjukkan Ashaari ketika melakukan taubat 1992 di depan umum. Ternyata hanya dalam waktu 2 tahun, ia tertangkap basah kembali kepada doktrin semula.

Ketika Ashaari di bebaskan tahun 2004 dari tahanan kota, Ashaari berjanji akan meninggalkan doktrinnya, tapi terbukti hanya dalam masa 2 tahun, di tahun 2006, Ashaari tertangkap basah di Nilai, Negeri Sembilan, Malaysia, melakukan kembali ritualnya.

Saya hanya menebak kalau taubat yang dilakukan Hatijah Am dan pengikutnya yang setia di Syah Alam, Malaysia, di bulan oktober 2013 yang lalu adalah sebuah taqiah yang sama. wallau a'alam

SIAPAKAH DI BALIK PERUBAHAN ITU?

Yang menjadi pertanyaan saya, apakah perubahan dahsyat Arqam sejak tahun itu hanya sebuah kebetulan digagas oleh Ashaari Muhammad bersamaan dengan masuknya Hatijah Am? 

Kalau Ashaari telah memiliki niat itu sejak sebelumnya, mengapa baru di tahun 80 dieksekusinha?

Ehm, ehm...

Tidak seorang pun, termasuk saya, bisa menyimpulkan kalau perubahan  haluan Arqam sejak 80 itu terkait erat atau tidak dengan masuknya Hatijah Am. Sekali lagi wallahu a'lam.

Yang jelas, sejak Ashaari wafat tahun 2010, seluruh kendali kepemimpinan Arqam (dengan nama baru Global Ikhwan) telah berada di tangan Hatijah Am. Di tangan Hatijah Am, sejumlah keyakinan baru yang tidak ada di zaman Ashaari dulu telah ditambahkan. 
Sunday, February 23, 2014

Akmal Nasery Basral, Penulis Fiksi

Nama Akmal Nasery Basral pertama kali saya kenal  tahun 2010 setelah menonton film hebat Sang Pencerah.  Beberapa hari setelah menonton film tentang Kiai Ahmad Dahlan itu,  saya menemukan buku dengan judul yang sama dengan film: Sang Pencerah. 
Nampaknya, buku Sang Pencerah adalah versi  novel yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral berdasarkan skenario yang sama dengan versi Film. Versi film sendiri ditulis oleh Hanung Brahmantyo.  Tentu saja, film dan novel punya kekuatan dan kelemahan masing-masing  yang tidak bisa dibandingkan.  Namun, kedua versi tersebut ternyata sama-sama  lupa menceritakan kalau istri Kiai Ahmad Dahlan adalah empat, bukan satu.

Ketika saya bertemu Akmal Nasery Basral beberapa hari yang lalu, Kamis 20 Februari 2014, hal itu saya tanyakan kepadanya. Penulis yang mengaku berdarah Minang itu mengatakan kalau ia tidak lupa. Dalam data yang dimilikinya, Kiai Ahmad Dahlan berpoligami setelah Muhammadiah berdiri sedangkan Sang Pencerah menyungkil sejarah Kiai Ahmad Dahlan sebelum berdirinya organisasi besar itu. Ya, masih monogami di saat itu.



Tiga hari penuh, 20-22 Februari 2014, bertempat di kantor IKAPI, Jakarta, dalam program ALINEA (Akademi Literasi dan Penerbitan Indonesia) yang diadakan oleh IKAPI, saya duduk menyimak Akmal yang baru pertama kali saya jumpai di waktu itu.  Akmal adalah pengajar penulisan fiksi di ALINEA tersebut.  Dalam kesempatan yang langka itu, bukan hanya karya beliau saja yang kami diskusikan secara rinci untuk melihat elemen-elemen sastra yang harus ada dalam sebuah karya fiksi. Draft novel saya yang masih berantakan sempat juga dibahas. He he he.

Walaupun dibahas hanya sebentar, bakal novel saya yang rencananya  akan mengangkat kehidupan para pengikut Arqam di Indonesia itu tenyata banyak sekali bolong-bolong yang mesti ditambal. Wah, masih lama nih novel ini bisa terbit. Tapi, terimakasih Akmal yang telah menunjukkan poin-poin penting yang harus saya perbaiki. Plot sudah oke. Beberapa dialog mesti ditambah supaya lebih dramatis. Semoga kisah tragis yang diangkat dari kisah true story itu segera jadi kenyataan.

Dalam catatan saya, Akmal Nasery Basral bukan penulis sastra sembarangan.  Karya pertamanya adalah Imperia (2005). Karya ini ditulisnya ketika ia masih aktif sebagai jurnalis di majalahTempo. Kepiawaiannya merangkai data sebagai jurnalis telah dipadukannya dengan ketajaman perasaannya sebagai sastrawan dalam hampir semua karya fiksinya.

Karya Akmal Nasery lain dalam bentuk novel  adalah  Legenda Bandar Angin (2006),Nagabonar Jadi 2 (2007), Parlemen Undercover: Kisah-kisah Sontoloyo Wakil RakyatNegeri Indosiasat (2008),  Presiden Prawiranegara (2011), Batas  (2011), Anak Sejuta Bintang (2012), Tadarus Cinta Buya Pujangga (2013).

Seluruh karya yang berkaitan dengan tokoh nasional seperti Kiai Ahmad Dahlan, Syafrudin Prawira Negara, Ahmad Bakri, dan Buya Hamka ditulis berdasarkan fakta-fakta historis yang shahih sesuai riset yang dikerjakannya secara mendalam.

Tiga belas cerpen Akmal yang terkumpul dalam satu buku Ada Seseorang di Kepalaku Yang Bukan Aku  memiliki variasi berbagai macam struktur yang cocok dijadikan referensi bagi siapapun yang ingin belajar menulis cerpen. Seluruh struktur yang dikaji oleh para teoritis fiksi ada di sana.

Salah satu cerpen Akmal Nasery yang berjudul Swans of  The Rising Sun, cerpen yang tergabung di dalam An Anthology of Short Story from 25 Writers Around The Wolrd, membuat saya pilu. Kisah gadis kecil korban tsunami Aceh 2004, bernama Mutia, yang harus menghadapi kenyataan pahit kedua kalinya di tsunami Furushima, Jepang 2011, betul-betul membuat saya tak mampu  membendung airmata. 

Friday, February 21, 2014

Friday, February 21, 2014

Bambang Trim Dari Alinea ke Buku

Bertemu dan berbincang walaupun agak sebentar dengan seorang tokoh buku nasional, BambangTrim, tentu sangat menarik. Sesuai bidang beliau, topik yang paling enak diperbincangkan tentulah buku. Ingat Bambang ingat buku. Saya cukup terkesan dengan penampilan pemuda yang menamakan dirinya "tukang buku keliling" ini. Saya berjumpa beliau pertama kali kemaren, di kantor IKAPI Pusat Jakarta pada program Akademi Literasi dan Penerbitan (ALINEA) pada Kamis 20 Februari 2014. Sebagai seorang konsumen buku, pertemuan dengan tokoh buku tentu tidak bisa saya lewatkan begitu saja. 
ALINEA adalah nama sebuah program yang digagas oleh Bambang Trim. Program yang diperuntukkan bagi penggemblengan calon-calon penulis, penyunting, dan perancang buku itu dimulai sejak tahun lalu. Sampai hari ini, program itu masih berlanjut.


Menurut Bambang Trim, ALINEA diperlukan untuk menyemarakkan dunia buku di negeri ini yang masih jauh tertinggal dari negara-negara maju. Bekerjasama dengan IKAPI sebagai penyelenggara dan dengan merangkul  penulis-penulis senior seperti Akmal Nasery Basral sebagai pelatih,  ALINEA memberikan bimbingan bagi siapapun yang berminat menjadi penulis, penyunting, dan atau perancang buku.

Saya sepakat dengan Bambang kalau karya tulis anak bangsa ini dalam bentuk buku masih sangat jauh tertinggal dibandingkan negara lain. Kalau kita hadir di berbagai ajang festival  buku internasional, buku-buku Indonesia terlihat tidak ada apa-apanya.Yang dipamerkan paling satu dua buku bermutu, dan setiap tahun buku itu-itu saja yang dimunculkan. Tidak ada produk baru.

Wajarlah kalau orang-orang yang peduli dengan keadaan ini (sebutlah salah satunya Bambang Trim) merasa gusar. Dengan langkah cergas, yang bersangkutan kemudian menggagas ALINEA.

"Kalau dulu penulis hilir mudik mencari penerbit, sekarang justru penerbit yang memburu penulis," ujarnya.   Artinya, kuantitas penulis Indonesia masih sangat kurang dibandingkan tingginya minat baca akhir-akhir ini. Artinya juga, melahirkan atau mengkompori kelahiran penulis-penulis baru merupakan suatu keniscayaan.

"Menulis adalah keterampilan yang diperlukan oleh profesi apapun, bahkan oleh siapapun," katanya lagi.

Menurut Bambang Trim, pelajaran menulis yang diprogramkan ALINEA bukan untuk mengiming-imingi orang menjadi  Andrea Hirata atau Ahmad Fuady secara jalur pintas. Dengan pertemuan dua atau tiga hari seseorang tidak akan tiba-tiba menerbitkan sebuah novel.

Belajar menulis adalah belajar menuangkan pikiran sendiri agar dapat dikomunikasikan dengan orang lain secara tertulis. Ini langkah pertama. Jadikan menulis sebagai sarana untuk berimajinasi, menyusun pikiran, dan merekam pengalaman hidup.  Ambil yang mudahnya dulu.

Langkah berikutnya, orang-orang yang berhasrat  menjadi lebih professional  tentu  memerlukan adanya tindak lanjut mengasah kemahirannya melalui proses menulis yang tidak putus-putus. Kalau akhirnya, dengan proses menulis itu membuat sesorang tiba-tiba menjadi penulis hebat, itu adalah bonus.

Saya tahu kalau Bambang Trim memang layak dan sangat berkompetensi berkata demikian. Penulis produktif yang berkacamata tebal ini secara formal mendalami dunia buku melalui program D3 Editing di  Universitas Pajajaran  dan lulus 1994. Kemudian, keterampilannya pun diasah di dunia kerja yang seluruhnya  merupakan dunia buku: penulisan dan penerbitan. Wajarlah kalau akhirnya sampai saat ini, tercatat 150 judul buku dalam berbagai bidang merupakan karya Bambang Trim yang sudah diterbitkan.

Asam garam penulisan buku telah dirambahnya, dari buku untuk anak, buku pelajaran, sampai buku-buku populer. Bukunya yang  terbaru adalah tentang writerpreneurship yang akan segera terbit. Dalam buku terbarunya itu, ia tidak hanya akan mengungkapkan teknik penulisan dan penerbitan buku, tapi juga akan mengungkai dunia buku sebagai dunia bisnis. Identik sudah Bambang Trim dengan buku. Seperti kata iklan, "Ingat Bambang ingat buku."

Selamat sukses Bambang Trim

Sunday, February 16, 2014

Sunday, February 16, 2014

Obituari Dr. Riesdam Effendi: Antara Cinta dan Logika

Telah berpulang ke rahmatullah, rekan kami Dr. Ing. Riesdam Effendi, pada hari Rabu, 5 Februari 2014, pukul 09.55 WIB pagi, di ruang ICU Rumah Sakit PMI Bogor, di usia 50 tahun. Ustaz yang lebih dikenali oleh kerabatnya dengan nama lain Abdurrahman atau sering dipanggil Dr. Rahman itu wafat meninggalkan 3 orang istri yang masih hidup dan 4 orang anak (salah satu istrinya telah lebih dulu wafat).

Setelah disemayamkan sejenak di rumah duka, di kawasan Sentul, Bogor, pada hari itu juga jenazah almarhum dibawa oleh sanak keluarganya ke daerah Gunung Batin, Lampung Tengah, untuk dimakamkan di sana. Konon kabarnya, Riesdam sendiri yang memilih tempat peristirahatannya yang terakhir itu, di sisi makam ayahnya, melalui wasiat kepada keluarga ketika almarhum masih dirawat di rumah sakit.

Kepergian Riesdam bagi saya bukan saja kepergian seorang sahabat yang baik, tapi juga kepergian seorang figur pencari kebenaran sejati. Kewafatannya tepat waktu ketika baru saja dia membuat keputusan besar yang mengubah perjalanan hidupnya secara totalitas.

Sebagai manusia, pastilah tidak semua yang ada pada dirinya sempurna. Justru karena karena tidak sepenuhnya sempurna itu, kisah perjalanan hidup Riesdam menjadi menarik diceritakan untuk dijadikan iktibar. Saya mempunyai sedikit catatan yang merekam turun naiknya hubungan kami.

Foto keluarga Riesdam bersama empat istri (deretan depan) dan empat anak (deretan belakang). Istri yang berdiri paling kanan, Salwa,  telah wafat terlebih dulu setahun yang lalu. Sumber: FB ybs

Cinta dan taat Riesdam pada pemimpin spiritualnya sungguh luar biasa. Saya, juga beberapa kawan yang saya jumpai, mengetahui hal itu. Di dalam organisasi tarekat, mursyid (pemimpin spiritual) memang dipandang sebagai wasilah bagi murid menuju Tuhan. Keselamatan hidup murid sangat tergantung kepada penerimaan mursyid. Seolah-olah, sayang mursyid adalah sayangnya Allah dan bencinya adalah bencinya Allah.

Sebagai pengikut tarekat, Riesdam meyakini itu. Terbukti, hampir separuh usianya itu diabdikannya untuk berjuang di atas keyakinan itu. Walaupun latar belakang pendidikannya adalah teknik penerbangan bergelar doktor, tapi masyarakat umum di Indonesia justru mengenalinya sebagai juru da’wah anggota Arqam. Arqam adalah organisasi da'wah berbasis tarekat.

Kalau cinta kepada mursyid itu masih dikawal oleh akal sehat di bawah panduan syariat secara tepat, tidak ada yang akan mempermasalahkan tarekat dan konsep mursyidnya itu. Ratusan tarekat telah ada di dunia ini sepanjang sejarah. Tapi, kalau kecintaan itu telah jatuh ke dalam taksub (pengkultusan) pada pemimpin yang keterlaluan, tidak heran kalau sebagian tarekat dicap masyarakat sebagai ajaran sesat.

Kasus taksub (pengkultusan) kepada mursyid inilah yang membuat Arqam, tempat Riesdam beraktifitas, menjadi organisasi yang kontroversial di tengah masyarakat. Sejak tahun 1994, Arqam telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh Malaysia. Bahkan, ulama di beberapa daerah di Indonesia dan Brunei menyatakan Arqam sebagai organisasi sesat.

****

Sejak kecil, Riesdam dikenal sebagai anak yang cerdas. Ketika SMP, ia pernah terpilih sebagai siswa teladan se kota Tanjung Karang. Pendidikan tinggi Riesdam dimulai di jurusan Teknik Mesin ITB, di almamater tempat saya juga menuntut ilmu. Riesdam masuk ITB angkatan 1982 sedangkan saya 1981.

Walaupun sama-sama mengasah pena di bumi Ganesha, Bandung, kami ditakdirkan tidak sempat bertemu waktu itu. Riesdam hanya satu tahun di sana. Di tahun kedua, ia telah dihijrahkan pemerintah Indonesia ke Perancis melalui program beasiswa IPTN. Di salah satu universitas terbaik di Perancis dalam bidang aeronautika, SUPAERO di Toullouse, Riesdam menuntaskan pendidikan kesarjanaannya, kemudian master. Di sana pula ia menyelesaikan program doktornya, lulus dengan predikat cum-laude.

Sekembalinya ke Indonesia tahun 1993, Riesdam bekerja untuk industri pesawat terbang Indonesia, IPTN. Sebenarnya, selama kuliah dan tinggal di Perancis, Riesdam sempat bekerja paruh waktu di industri pesawat raksasa dunia, Airbus. Tahun 2000 ia keluar dari IPTN sejalan dengan gagalnya proyek rintisan industri kapal terbang pertama Indonesia itu.

Ketika mayoritas ahli-ahli pesawat Indonesia, mantan IPTN, pindah ke industri lain di dalam dan luar negeri, Riesdam menmpuh jalan yang berbeda. Ia justru lari dari dunia teknologi yang gemerlap memasuki dunia tarekat. Dan ia memilih bekerja purnawaktu di Arqam.

Riesdam telah mengenal Arqam sejak tahun 1989 ketika ia masih kuliah di Perancis. Ust Ashaari (wafat 2010), yang mendirikan dan sekaligus memimpin Arqam sejak tahun 1968 di Malaysia itu, berhasil menemui Riesdam di sana dan mengajaknya berjuang bersama. Pesona Ust Ashaari begitu merasukinya. Ia pun bersedia ketika namanya diganti menjadi Abdurrahman (nama perjuangan di Arqam). Bahkan, istri-istri Riesdam itu dijodohkan oleh Ust Ashaari kepadanya.

Bagi Riesdam, aktifitas bersama Arqam ternyata lebih memikatnya daripada mengurusi kapal terbang. Positif, sejak tahun 2000, ia telah tinggalkan seluruh aktifitas dalam keteknikan pesawat terbang, berganti dengan aktifitas dakwah keliling Indonesia, juga ke beberapa negara, sambil mengamalkan ritual-ritual tarekat versi Arqam.

Kekerabatannya dengan Ust Ashari dan pengikut lainnya mengental. Ketika guru yang dipanggil Abuya itu berhadapan dengan kasus hukum di Malaysia di tahun 1994-2004, Riesdam masih bertahan. Arqam dilarang dan Ust Ashaari pun diasingkan. Hal itu ternyata tidak menyurutkan semangat Riesdam untuk terus memperjuangkan cita-cita Arqam. Katika ribuan pengikut Arqam memilih keluar, secara diam-diam Riesdam menerima arahan Ust Ashaari untuk mendirikan organisasi baru bernama Rufaqa.

Tidak berhenti di situ, ketika Rufaqa juga diburu pada tahun 2007 di seluruh Malaysia karena diindikasikan sebagai metamorfosis Arqam, Riesdam bersama-sama dengan pengikut Rufaqa lainnya yang masih setia mendirikan oraganisasi baru bernama Global Ikhwan.

Dalam track record kesetiaannya, Riesdam telah menyertai proses metamorphosis organisasi terlarang Arqam, kemudian ke Rufaqa, kemudian ke Global Ikhwan. Inilah semangat perjuangan Riesdam yang tak pudar-pudar yang ada dalam catatan saya.

Kedudukan Riesdam tentu menjadi sangat penting di setiap fase organisasi bentukan Ust Ashaari dengan nama terakhirnya Global Ikhwan itu. Back-ground dan gelar akademis Riesdam menjadi asset perjuangan jamaah. Kalau pada awalnya ia di Arqam hanya disebut seorang simpatisan (simpati kuat), di Rufaqa dan di Global Ikhwan beliau berada di barisan kepemimpinan elit. Terakhir, saya dengar beliau telah mencapai gelar tertinggi, RA (radhiallahu anhu), sebuah gelar di organisasai itu yang katanya hanya diberikan kepada segelintir manusia di akhir zaman.

Betapapun secara ekonomi Riesdam terlihat tertatih-tatih. Bukan ia tidak punya penghasilan. Sebagian besar penghasilannya diserahkan sehabis-habisnya untuk perjuangan mempromosikan gurunya itu. Itu semua demi cinta; demi mendapatkan syafaat guru dalam perjalanan menuju Tuhan. Dalam pandangan umum, itu berlawanan dengan logika akal sehat.

Dengan langkah tegar, didampingi didampingi empat orang istri, Riesdam terus maju. Walaupun sistem rumah tangga poligami yang juga diamalkan oleh sebagian besar pimpinan Global Ikhwan ini menjadi kontroversi di Indonesia, banyak kalangan menilai Riesdam berhasil mempertahankan citra positif pada keluarganya ini sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang.

***

Saya berjumpa Riesdam pertama kali di kota Prabumulih, Sumatera Selatan, tahun 2002. Masa itu termasuk periode awal berdirinya Rufaqa sebagai strategi Ust Ashaari karena Arqam tidak boleh lagi ada. Ketika itu saya menaruh hati pada perilaku orang-orang Rufaqa ini dalam kesehariannya. Sistem hidup, pakaian, perilaku, dan cara mereka menyampaikan da’wah terkesan unik, berbeda dengan organisasi lain yang saya kenal. Barangkali memang sengaja dibuat, seluruh materi ajaran yang menjadi kontroversi di masyarakat di zaman disembunyikan. Setidak-tidaknya itu tidak diekspose lagi. Saya tidak melihat sesuatu yang negatif dari ajaran mereka.

Ajaran-ajaran tasawuf yang digali dari kitab-kitab lama kemudian dihadirkan kembali dalam format baru, kemudian diimplementasikan ke dalam berbagai aktifitas ekonomi dan kebudayaan, membuat saya dan istri mengikuti pengajiannya. Bermula dari sana, akhirnya saya pun menyertai Riesdam di Rufaqa. Saya murid baru, paruh waktu, sedangkan Riesdam adalah tim kepemimpinan inti.

Hubungan saya dengan Riesdam, yang notabene bawahan dan atasan itu, semakin hari semakin rapat. Dalam banyak hal, saya dan istri belajar dari beliau dan keluarga.

Pribadi yang biasa saya panggil Pak Doktor itu (karena beliau memang bergelar doktor) atau Pak Doktor Rahman (mengikut panggilan dari kebanyakakan kerabatnya di jamaah), adalah pribadi yang unik. Di jamaah, Riesdam dikenal bukan saja sebagai seorang intelek, pekerja keras, tapi juga seorang pemimpin yang sangat peduli dengan bawahan.

Barangkali berkat disiplin tarekat, ia menjadi seorang yang sederhana dan ramah yang susah dicari tandingannya. Perkataan sekasar apapun yang ditujukan orang kepadanya pastilah dibalasnya dengan ucapan yang lembut tanpa menyakitkan. Dia mahir dalam mengkomunikasikan nasihat-nasihatnya dengan baik, termasuk dalam tulisan-tulisan.

Orang yang lebih tua dilayaninya sebagai orang yang lebih tua, demikian pula yang muda. Dia sangat pandai menempatkan diri dengan siapa ia berhadapan.

Itulah sebagian catatan saya tentang Riesdam selama 8 tahun bersamanya dalam satu kapal perjuangan.

***

Sayang amat sayang, sejak tahun 2010, hari kewafatan Ust Ashaari, antara saya dan Riesdam mulai mengalami perbedaan pandangan.

Sehari setelah Ust Ashaari wafat, Hatijah Am, mantan istri kedua Ust Ashaari, mengambil alih kepemimpinan Global Ikhwan (nama baru Rufaqa sejak 2007). Dalam pandangan saya, pengambilalihan kepemimpinan Global Ikhwan oleh Hatijah Am dengan menyisihkan orang-orang dekat Ust Ashaari itu penuh intrik politik.

Aneh rasanya, intrik seperti itu berlaku di sebuah jamaah tarekat. Biasanya, kepemimpinan tarekat diambil alih oleh salah seorang anak mursyid atau diserahkan oleh orang banyak kepada salah seorang murid yang sangat dekat dengan mursyid. Biasanya pula, kepemimpinan terekat adalah laki-laki, bukan perempuan.

Hal yang biasanya itu ternyata tidak berlaku di Global Ikhwan. Walaupun kaidah memilih pemimpin itu ada di buku-buku Ust Ashaari, dengan strategi unik janda Ust Ashaari itu berhasil meyakinkan bahwa suaminya itu tidak mati, tapi ghaib. Suaminya tetap memimpin dari alam ghaib, sedangkan dia ditunjuk sebagai penterjemah di alam nyata yang akan memberikan arah-arahan kepada organisasi. Kebetulan, Ust Ashaari wafat dalam keadaan gagap sehingga tak seorang pun yang bisa memahami perkataannya kecuali melalui penterjemahan. Hanya Hatijah Am yang bisa menterjemahkan.

Yang lebih dahsyat, Hatijah Am dengan berani mengatakan bahwa yang memintanya berkata begitu adalah Rasulullah SAW yang kini menyertai suaminya di alam ghaib. Konon katanya, Hatijah telah diangkat menjadi juru bicara Rasulullah SAW itu dengan gelar Bunda Wasilah.

Aneh memang.

Taoi, yang paling lebih aneh lagi di dalam pikiran saya, mengapa sahabat saya yang katanya lulus cum laude dari universitas hebat dunia itu, bergelar doktor dalam ilmu eksakta, bisa menerima akal bulus seorang janda yang jelas-jelas menunjukkan gejala-gejala skizoprenia akut itu.

Pada tahun 2010 itulah awal perbedaan saya dengan Riesdam.

Saya mengambil langkah menentang mursyid perempuan Global Ikhwan yang baru yang mengaku wasilah Rasul itu. Sedangkan Riesdam tetap bertahan di Global Ikhwan dengan seluruh doktrin kurafat yang akan diterimanya kemudian.

Walaupun telah jelas sikap yang diambil masing-masing, saya tetap menghubungi Riesdam sebagai seorang sahabat. Kami hanya terpisah dari segi keyakinan saja bukan sebagai pribadi. Perbedaan pandangan itu memang sangat disayangkan. Tapi, apa boleh buat, jalan kami memang berbeda.

Kadang-kadang di hari-hari berikutnya, saya memantau juga perkembangan sepak terjang Hatijah Am dan aktifitas kawan-kawan lain seperti Riesdam di Global Ikhwan melaui media sosial. Setiap saya menerima informasi keganjilan ajaran Hatijah Am, saya mengontak Riesdam untuk mendapatkan klarifikasi, atau sekedar mengingatkan. Biasanya melalui BBM.

Jawaban beliau biasanya, "Terimakasih Pak Jufran atas infonya. Nanti saya klarifikasi lebih lanjut."

Hanya itu. Riesdam tidak mengulas lebih panjang, baik menyatakan persetujuan ataupun ketidaksetujuannya.

Jawaban Riesdam seperti itu mengesankan saya kalau sebenarnya beliau merasa aneh juga dengan ajaran yang jelas-jelas tertolak dalam Islam itu. Tapi, Riesdam berada di posisi yang sulit membantah mursyid barunya itu. Telah lama diyakininya apapun yang dikatakan mursyid pasti benar. Kalau salahpun, tetap harus dikembalikan kepada mursyid. Lebih-lebih, janda Ust Ashaari yang mengaku sering berhubungan badan dengan suaminya yang gghaib itu telah menganugerahkan Riesdam gelar RA (radiallahu anhu). Gelar ini konon didapatkan Hatijah dari Rasulullah SAW. Riesdam telah terlanjur percaya.

Dalam keyakinan saya, Riesdam tetap seorang yang lurus dan sehat rohaninya. Hanya orang yang mengalami gangguan jiwa saja, menurut saya, yang bisa percaya kalau Rasulullah SAW menyuruh menuliskan buku berkategori pornografi, menyuruh memindahkan tanah suci dari Mekah ke Serawak, mengganti ritual haji menjadi haji ruh, menghalalkan thalak beratus kali.

Hanya orang yang sudah tertular skizoprenia pula, bukan Riesdam, yang bisa mempercayai kalau Rasulullah selalu menemani Hatijah Am berbincang-bincang dan sampai menilai keelokan betis janda berumur 57 tahun yang mengaku berumur 17 tahun itu.


***

Ketika saya tidak berhenti pada mentertawakan Hatijah Am dengan ajarannya yang lucu dan lugu itu saja, tapi saya mulai menyodorkan fakta baru tentang Ust Ashaari, Riesdam memasang sikap tegas dengan saya. Tahun berikutnya adalah era baru perbedaan saya dan Riesdam yang semakin memuncak.

Saya menyodorkan fakta kalau kurafat yang dianut Hatijah Am ini sebenarnya diwariskan dari Ust Ashaari. Hatijah hanya memolesnya dalam format yang lebih mutakhir, namun intinya sama. Ajaran taqiah dan takshub yang diamalkan Hatijah adalah warisan dari Ust Ashaari. Pengakuan yaqazah (perjumpaan dengan Nabi) versi Hatijah sebenarnya derivatif versi Ust Ashaari. Karena hebatnya strategi yang dimainkan oleh tim kepemimpinan Global Ikhwan, ajaran yang sebenarnya telah popoler di zaman Arqam, tidak tergubris oleh orang-orang baru di jamaah ini. Ini adalah untold story bagi orang-orang baru.

Saya mengirimkan banyak tulisan dan dokumen lama yang baru saya temukan tentang Arqam, tentang Ust Ashaari kepada Riesdam. Saya kirimkan tulisan-tulisan yang ditulis oleh orang-orang lama yang memlih keluar dari Arqam, seperti Zabidi dengan bukunya “Arqam Tersungkur di Pintu Surga”. Saya tidak peduli Riesdam mau merespons atau tidak. Saya gunakan emailnya, tanpa menghiraukan balasannya.

Bagi Riesdam, ini tentu berat sekali. Hidup matinya telah ia abdikan untuk berjuang untuk dan atas nama Ust Ashaari. Empat buku yang pernah ditulis Riesdam dengan jelas menunjukkan taksubnya kepada Ust Ashaari. Kini ia harus mereview ulang semuanya itu. Kalau hanya persoalan Hatijah Am, tentu masih ringan baginya. Tapi, kalau sudah persoalan guru besar yang dicintai dan ditaati itu lebih dari separuh umurnya itu tentu berat.

Pernah sekali Riesdam melayani permintaan saya untuk bertemu serius setelah sekitar setahun perpisahan kami. Riesdam datang ke rumah saya dengan istri pertamanya, Gina Puspita. Namun, diskusi di antara kami tidak menemukan titik temu. Perbedaan kami nampak semakin jauh. Tanpa harus mengubah hubungan kekeluargaan kami sebagai dua orang sahabat, kami akhiri diskusi itu. Kami sepakat kalau dalam beberapa hal prinsip berkaitan dengan Ust Ashaari kami tidak sepakat.

***

Waktu ternyata berlalu begitu cepat. Tidak ada yang tidak bisa berubah di dalam hidup ini.

Sekitar awal Desember 2013, saya terkejut mendengarkan berita dari beberapa kawan kalau Riesdam telah menyatakan keluar dari Global Ikhwan. Tidak banyuak yang tahu karena Riesdam belum secara terang-terangan mengumumkan sikap barunya ini. Melalui BBM, whatsup, dan media lain diuangkapkannya kegundahan hatinya kepada orang-orang tertentu.

Seorang kawan mengabari saya kalau Riesdam telah mengabarkan kepadanya kalau keyakinannya sudah mulai runtuh kepada ajaran Hatijah Am dan Ust Ashaari yang selama ini diperjuangkannya. Namu, ia merisaukan perpecahan keluarganya bia ia ungkapkan secara transparan.

“Riesdam menyatakan ingin belajar kembali agama melalui jalur yang benar dan sumber yang sah,” katanya.

Sudah barang tentu, pimpinan Global Ikhwan bereaksi keras terhadap kabar ini. Saya memonitor itu. Posisi Riesdam dan keluarganya yang begitu penting bagi bertapaknya Global Ikhwan di Indonesia, tentu dikhawatirkan dapat mempengaruhi keluarga-keluarga di Indonesia lainnya yang diklaim sebagai anggota setia Global Ikhwan. Saya mendengar intimidasi yang dilakukan tim Global Ikhwan terhadap istri dan anak-anak Riesdam yang sebagiannya mungkin tak sekuat Riesdam keyakinannya.

Walaupun tidak dinyatakannya secara eksplisit, Dalam suatu pertemuan di rumah saya di pertengahan Desember 2013, di hadiri beberapa kawan yang telah lama keluar dari Global Ikhwan, saya menangkap kalau Riesdam memang telah ragu terhadap banyak hal yang selama ini diyakininya sebagai kebenaran dan bahkan dipromosikannya.

Keyakinan saya bahwa Riesdam telah berbalik arah saya peroleh ketika tanggal 24 Januari 2014 beliau mengirim pesan BBM. Kepada saya ia menceritakan telah membaca ulang tulisan-tulisan yang dulu pernah saya kirimkan kepada beliau. Beliau berencana akan mengklarifikasi lebih lanjut data-data yang saya sampaikan kepada beberapa orang. Beliau meminta waktu saya bertemu di rumah untuk berdiskusi panjang lebar sekaligus pinjam-pinjam buku-buku agama. Kami berjanji bertemu pada Senin malam, 27 Januari 2014

Kepada seorang kawan lain (saya ketahui belakangan) melalui pesan singkat, Riesdam menulis, "sebenarnya sejak lama lagi ada hal-hal yang boleh buat kita ragu dengan Abuya (pangilan untuk Ust Ashaari) sebab kurang sesuai dengan Islam, tapi tak tahu bagaimana, hal itu itu kita terima saja."

Saya sedih, karena di hari dijanjikan untuk bertemu itu, Senin 27 Januari 2014 itu, beliau tidak jadi datang.

"Maaf Pak Jufran, saya sejak pagi tadi sakit, terbaring saja di tempat tidur. Dada dan kepala sakit, keluar keringat dingin. Jadi belum dapat ke rumah Pak Jufran sore ini. Mudah-mudahan esok," tulis Riesdam dalam BBM.

Tiga hari berikutnya beliau tidak sembuh, malah dikabarkan harus dirawat di rumah sakit PMI, Bogor, dengan diagnose serangan jantung koroner.

Saya baru sempat menjenguk beliau Jumat 31 Januari 2014 di kamar rawatnya di rumah sakit itu. Ditemani istri saya yang kedua, kami sempat berbincang-bincang ringan. Kami seolah-olah merayakan hubungan baik kami yang bertaut kembali setelah terpisah hampir tiga tahun akibat perbedaan keyakinan.

Tiba-tiba ..........,

Bagaikan suara petir menggelegar di angkasa, di tengah kemesraan hubungan silaturahim saya dan Riesdam yang telah kembali melekat, dalam suasana telah berada dalam jalan yang sama, tiba-tiba saya dikabarkan bahwa Dr. Riesdam Effendi telah menghembuskan nafasnya yang penghabisan di hari Rabu 5 Februari 2014 dengan tenang. Istri pertama saya yang kebetulan berada di rumah sakit itu mengabari berita ini melalui HP nya dengan suara terbata-bata yang hampir-hampir tak bisa diselesaikannya.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kepada Tuhan jugalah akhirnya segala yang bernyawa. Manusia hanya punya harapan. Yang berlaku tetap qudrat dan iradat-Nya.

Riesdam pergi untuk selama-lamanya menuju kekasih agung yang dirindukannya, Allah SWT. Beliau telah meninggalkan gemerlapnya hidup para teknokrat di dunia industri dan memilih kesahajaan di jalan da'wah.

Seharusnya beliau bisa kaya raya dengan bekerja di industri raksasa dunia seperti Boeing dan Airbus bermodalkan gelar pendidikan tinggi teknologi aeronautika yang beliau miliki. Tapi beliau memilih bergabung dengan dunia da'wah karena cintanya pada kebenaran dan keselamatan.

Walaupun akhirnya beliau harus berada dalam kegundahan memilih antara cinta yang mendalam pada mursyid atau berpihak pada akal sehat di bawah tuntunan syariat, Tuhan membukakan tabir kebenaran di saat yang tepat. Sebelum Tuhan mendatangkan sang sakratul maut, hati beliau telah diliputi kembali oleh cahaya kebenaran, cahaya keinsyafan. Yang benar pasti akan nampak benar, yang batil akan nampak batil juga.

Semoga Allah menilai baik seluruh upayanya dalam menempuh perjalanan menuju Allah dengan penuh kemudahan dalam keampunan Allah SWT. Seluruh catatan hidupnya menjadi iktibar bagi kita yang di belakang. Kepada seluruh keluarga, anak-anak, istri-istri beliau, saya sampaikan permohonan maaf atas sikap-sikap saya yang tak wajar kepada almarhum.