Saya bangga bisa berkenalan dan belajar dengan dua tokoh yang saya anggap sebagai inspirator kepenulisan saya: Andrias Harefa dan Edy Zaqeus. Oh ya, juga Her Suharyanto. Ketiga-tiganya dari Writer Scholen, sebuah lembaga pengembang kemampuan personal, khususnya menulis. Awalnya saya akan belajar menulis secara autodidak saja. Malu-maluin rasanya sudah tua masih belajar menulis. Tapi saya pikir-pikir, saya mungkin sudah tidak punya waktu lagi, karena bahan yang akan ditulis banyak bukan main. Otak sudah penuh, lemaripun penuh. Untuk dapat jalan pintas, saya urungkan niat bermalu-malu itu. Saya nekat juga akhirnya mengikuti workshop kepenulisan yang diadakan oleh mereka. Setelah itu, saya lanjutkan dengan membaca buku-buku tulisan mereka yang khusus membicarakan perkara kepenulisan dan tak lupa saya kunjungi blog-blog mereka yang sangat inspiratif, karena mereka memang termasuk blogger. Andrias di http://andriasharefa.com, Edy di http://ezonwriting.wordpress.com, dan Her Suharyanto di http://jurutulis.com
Perlu diketahui akhir-akhir ini, saya suka mengunjungi blog-blog yang beredar di dunia maya. Sebagian blog itu saya cari sendiri melalui google atau yahoo, dan sisanya hasil link dari blog-blog yang sudah saya kunjungi terlebih dulu. Mungkin karena sudah kompak untuk saling membaca, biasanya para bloger itu menyediakan link ke blog-blog lain yang mereka rekomendasikan yang mereka namakan blog teman atau blog tetangga. Menarik sekali memang. Satu blog terbuka, yang lain akan susul menyusul.
Karena blogging kemana kemari, baru-baru ini mentor saya bertambah satu lagi dalam kepenulisan. Beliau adalah Ersis Warmansyah Abbas. Belum lama ini, saya dikejutkan oleh satu blog dengan tajuk "Menulis tanpa berguru, http://webersis.com. Saya belum pernah bertemu muka. Pertemuan satu-satunya melalui dunia maya saja. Menurut saya, inilah blog yang paling getol membicarakan tentang menulis. Bahkan saya sempat berpikir jangan-jangan sudah terlalu getol. "Pokoknya tulis, " itu katanya.
Berbeda dengan Andrias dan Edy yang menganggap workshop atau kursus kepenulisan perlu, Ersis malah mempertanyakan apa perlu adanya workshop atau kursus menulis diadakan. Bagi dia kursus itu menghabiskan waktu dan uang saja. Bagi Ersis menulis ya menulis. Tidak ada cara belajar menulis kecuali menulis tiap hari. Terus menulis sebanyak-banyaknya. Tidak bisa menulis yang panjang-panjang, tulis yang pendek. Bahan tulisan tersebar di mana-mana.
Untuk membakar semangat, saya sempat terbakar tapi tidak sampai hangus, pikiran Ersis ini boleh juga dipakai. Saya dibuat gregetan membaca tulisan-tulisannya. Dan saya setuju bahwa teknik menulis adalah keterampilan yang dipelajari di SD. Andrias pernah mengatakan itu juga pada saya. Hanya saja mungkin, kita tidak boleh abaikan adanya fakta, ternyata banyak orang yang tidak bisa menulis padahal bahan yang akan ditulisnya bertumpuk-tumpuk. Ersis sendiri yang sering mengatakan bahwa dosen-dosen lebih senang memamerkan buku orang yang sudah dia baca, bukan buku yang dia tulis, padahal dia mampu bercerita di depan kelas berjam-jam. Kalau ia mau menulis apa yang dia ceritakan itu, berpuluh-puluh buku akan lahir di tangannya. Saya kira ini benar-benar menyinggung perasaan para intelektual. Mungkin sebagian bertobat dan terus menulis, dan sebagian lagi berdendam pada Ersis.
Kalau saya gabungkan pemikiran Ersis dengan pemikiran Andrias dan Edy, intinya sama. Ada overlappingnya. Workshop atau kursus yang dipandang perlu oleh Andrias dan Edy, ternyata memang bertujuan membangkitkan motivasi, bukan belajar menyusun kata menjadi kalimat dan seterusnya menjadi pargaraf. Dosen-dosen yang diceritakan Ersis sebenarnya memang tidak memerlukan pelajaran menulis dalam arti menyusun kalimat, melainkan perlu suntikan motivasi. Jadi saya pikir, kursus menulis sah-sah saja, sebagai wadah pembangun motivasi. Bagi yang melihat bahwa faktor motivasi merupakan ganjalannya selama ini, maka ikutlah kursus. Bagi yang sudah memilikinya, silakan langsung memulai. Kalau saya, kayaknya masih perlu motivator.
Apapun yang mereka katakan dan apapun perbedaan pendapat masing-masing, ketiga orang ini telah menginspirasi saya. Dari inspirasi itu, sayapun telah menjelajah ke blog-blog lain yang tak terhitung jumlahnya, yang semuanya bicara tentang kepenulisan. Fiksi dan non fiksi sudah bercampur aduk. Yang ilmiah, yang pop, yang gaul telah menjadi satu. Kini giliran saya untuk menyiapkan teori baru dalam kepenulisan yang saya namakan "QuantumWriting", he he he.
Orang lain boleh berteori, mangapa pula saya tidak boleh? Ingat, antara Quantum dan Writing, sengaja tidak pakai spasi, biar nampak gagah.
Sudah banyak buku yang menggunakan kata Quantum, tidak masalah. Tenang saja. Tak usah malu-malu. Sebagian besar yang terjadi di dunia tulis menulis adalah tiru meniru dan ekor mengekor. Yang penting tidak membajak. Quantum itu sendiri istilah yang diambil dari Fisika modern yang mengoreksi fisika klasik tentang energi. Fisika klasik melihat energi sebagai suatu yang kontinu (kontinum) yang bergerak semacam gelombang, sementara Fisika modern melihat energi sebagai suatu paket yang teputus-putus yang dipancarkan yang besarnya berbanding lurus dengan masa dan kecepatan berpangkat dua, yang disebut Quantum
Karena menulis ternyata bukanlah masalah keterampilan, melainkan masalah energi, maka tepatlah kalau teori ini dinamakan dengan Quantum juga. Seperti saya sampaikan tadi, sebelum ini telah banyak buku yang menggunakan nama kuantum (pakai huruf "k") untuk menunjukkan antara energi dan kecepatan. Karena masa tetap, maka energi akan berbanding lurus dengan kecepatan. Semakin tinggi kecepatan semakin tinggi energi yang diperoleh. Para penulis senior telah membuktikan hubungan yang sangat jelas antara kecepatan menulis dan energi motivasi. Motivasi yang tinggi meningkatkan kecepatan menulis berkali-kali. Demikian juga kecepatan menulis menaikkan energi motivasi. Semakin cepat semakin energik.
Formula dalam QuantumWriting tidak diambil dari satu dua orang penulis hebat. Teori ini diramu dari lebih sepuluh penulis-penulis yang mau berbagi kepenulisan mereka melalui blog-blog. Mereka telah menelorkan buku-buk best seller di bidangnya masing-masing sebagai bukti kepenulisan mereka. Tak perlu disebutkan satu persatu nama mereka di sini. Mereka di antaranya penulis fiksi dan sebagian non fiksi. Sebagian mereka adalah penulis ilmiah, penulis pop dan sebagian lagi penulis gaul. Di dalam QuantumWriting ada paket-paket kecil tulisan, persis seperti kuantum energi. Namun setiap paket itu berdaya ledak yang tinggi. Setiap paket berdiri sendiri. Walaupun pendek secara materi tetapi dikerjakan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Ingat besarnya energi berbanding lurus dengan kecepatan berpangkat dua. Meminjam istilah Hernowo Hasim, teori ini adalah hasil pengikatan makna dari sejumlah teori.
QuantumWriting akan berisi metoda membangitkan semangat menulis dan metoda memproduktifkan tulisan. Formula ini diharapkan pula akan memberikan motivasi bagi para pencinta tulis-menulis dan memberikan metoda singkat dan padat bagaimana menjadi produktif dalam menulis. Semogalah lahir generasi yang yang akan membangun peradaban yang lebih baik di masa depan karena kita memulainya dari elemen asas membangun peradaban itu sendiri, yaitu menulis.
Anda ingin bisa menulis seperti penulis-penulis besar? Pelajari QuantumWriting! Selamat datang di dunia tulis-menulis yang menyenangkan. Para blogger, sila mengakses teori ini melalui http://batubertulis.blogspot.com
Bagaimana pendapat anda?
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment