Breaking

Friday, December 18, 2009

Dari berbagai catatan ke tulisan


Membuat catatan sudah lazim dalam kehidupan akademis dan professional sebagai pengingat. Catatan dibuat biasanya dalam bentuk poin-poin. Secara tradisional, poin-poin tersebut disusun secara linier. Adapula inovasi baru, catatan dibuat dalam satu diagram yang dinamakan mindmapping. Adapula yang menggabungkan kedua bentuk catatan. Apapun bentuknya, catatan bukanlah pengingat yang dapat menyimpan informasi dalam waktu yang lama. Pengalaman menunjukkan, catatan hanya mampu mengingatkan beberapa bulan saja. Memindahkan catatan ke tulisan bertujuan untuk menyelamatkan isi catatan dari lupa serta membiasakan menulis secara instan dan cepat. Ubah format catatan menjadi tulisan, menulislah.
 Karena begitu banyak dan beragamnya bahan yang harus dimasukkan ke otak, mustahil kita bisa mengingat dengan baik. Setidak-tidaknya kita memerlukan sesuatu untuk mengingatnya untuk sementara waktu sampai ide-ide itu dipindahkan ke sarana penyimpan yang bisa lebih permanen, seperti tulisan. Sudah diketahui secara umum, bahwa cara terbaik untuk mengingat adalah dengan membuat catatan. Biar tidak lupa, ide-ide itu dicatat sementara di telapak tangan, atau di bungkus rokok, atau di kaca toilet. Dan, masih banyak cara lain lagi.
 Saya membiasakan diri, seperti juga kebanyakan orang lain, membuat catatan. Ini sudah merupakan kebiasaan yang mentradisi. Dalam perjalanan, saya mencatat menggunakan ponsel. Kebetulan, pada ponsel saya tersedia aplikasi "notes" atau "mobile word" yang dapat digunakan untuk mencatat. Selain itu, saya biasa menyelipkan pena di saku, yang siap membuat catatan-catatan kapan diperlukan. Di mobil selalu tersedia pena dan kertas. Di meja kantor saya tersedia kertas-kertas lepas yang dipotong-potong kecil. Untuk catatan yang lebih rapi, saya memang menyiapkan satu buku yang disiapkan untuk catatan, yaitu catatan serbaguna. Saya mencatat hasil-hasil meeting, hasil diskusi, daftar "to-do" dan lain-lain. Saya juga menyiapkan catatan khusus untuk mencatat hasil bacaan. Rasanya kurang puas membaca tanpa mencatat, termasuk ketika membaca Al quran. Saya tidak mau kalau ide yang saya peroleh dari bacaan yang sudah tersimpan di otak hilang begitu saja. Bagaimana dengan Anda?
 Karena memang begitulah sifat dari sebuah catatan, kita hanya tidak pernah menuliskan ide dalam tulisan yang lengkap. Maksudnya, kita tidak pernah mencatat dalam bentuk kalimat dan paragraf yang sempurna. Di samping tidak praktis, itu juga tidak mungkin. Kalau Anda sedang mencatat ceramah, pasti Anda tidak akan terkejar untuk mencatat seluruh kalimat yang diucapkan penceramah, bukan? Waktu membaca buku, Anda tidak akan menyalin kalimat demi kalimat.
 Banyak cara yang dikembangkan dalam membuat catatan. Cara yang konvensional adalah dengan mencatat setiap ide yang diwakili oleh satu kata atau frasa. Kata-kata ini disusun dalam kelompok-kelompok yang berjenjang (hirarki). Jarang pada catatan digunakan kalimat lengkap.
 Cara penyusunan kata berjenjang seperti ini disebut "linear" karena berurut secara tertib. Ini adalah cara konvensional dan lazim yang dianut oelh banyak orang. Bahkan kita telah memakainya sejak sekolah dasar dulu. Cara itu masih kita teruskan, walaupun sudah masuk ke dunia professional. Dengan cara ini kita mencatat hasil rapat, mencapat hasil diskusi, mencapat kegiatan proyek, mencatat pembicaraan dalam seminar, workshop, dll.
 Cara mencatat yang dikembangkan secara modern adalah adalah cara mencatat yang lebih kreatif. Cara ini diperkenalkan oleh pakar penggunaan otak dalam belajar, Tony Buzan. Dia memperkenalkan cara mencatat yang dinamakan "mindmapping ". Cara ini sangat praktis dan menyenangkan. Semua ide tetap diwakili kepada satu kata atau frasa kunci seperti biasanya catatan sistem konvensional. Yang berbeda adalah, kata-kata tidak disusun secara tertib dan berjejer ke bawah, melainkan disusun secara radial dan menggaunakan garis-garis pengait. Setiap ide mengait dengan ide lain secara radial. Ada satu ide yang berada di tengah. Ide itu diapandang sebagai ide sentral. Selalu kaitan ide terkait memusat menuju ide sentral ini. Menurut penelitiannya, seperti itulah kerja otak dalam mengingat ide-ide. Anda boleh mencoba mencatat cara ini ketika mempelajari sesuatu secara intensif, baik melalui literatur, artikel majalah/web, pengamatan, atau interview.
 Apapun cara ini, tentu punya kelemahan dan kelebihan dari orang ke seorang. Catatan tetap bersifat pengingat yang bersifat sementara. Catatan hanya berisi poin-poin ide. Catatan hanya bisa dipahami oleh yang menulisnya, yang sama sekali tiak komunikatif untuk orang lain. Dalam bentang waktu tertentu, catatan tidak mempunyai kemampuan mengingatkan lagi. Semua data yang tadinya tersimpan rapi di otak, dapat anda panggil kembali dengan mudah hanya dengan membaca sekilas semua catatan itu. Namun, setelah sekian lama, itu tidak terjadi lagi lagi. Anda akan sampai pada satu ketika melihat catatan sebagai sampah yang tidak berguna. Anda akan rasakan bagaimana lebih b=mudahnya mengingat dengan cara ini.
 Apapun catatan Anda, karena berisi kata-kata kunci saja berupa poin-poin, tidak ada yang memahami secara persis maksud catatan itu, kecuali Anda yang menuliskannya. Walaupun ditambahkan garis-garis pengait, tetap saja dia berupa simbol-simbol yang hanya dipahami oleh sipembuat catatan. Kini, jangan biarkan catatan-catatan tersebut hanya bisa dibaca sendiri dan menguap setelah sekian lama. Ubahlah poin-poinnya menjadi tulisan bernarasi lengkap agar mudah dibaca orang lain.
 Mengubah catatan menjadi tulisan pada dasarnya hanya mengubah format. Kalau dalam catatan, semua ide hanya diwakili satu kata atau frasa. Ide-ide hanya dikaitkan oleh pengelompokan (secara convensional) atau oleh garis-garis radial (secara modern). Dalam tulisan, ide-ide ditulis dalam rangkaian kalimat lengkap, paragraf lengkap. Kaitan antar ide hanya dihubungkan oleh keterkaitan antar kalimat. Sekarang fungsinya tidak lagi sebagai pengingat, tapi juga sebagai sumber data itu sendiri.
 Go! Go!
 Bagaiman pendapat Anda?
 Wallahu a'lam
  

No comments:

Post a Comment