Breaking

Saturday, August 21, 2010

Iman itu diuji dengan syariat


Untuk mengatur perbuatan manusia, Allah SWT menetapkan empat rambu hukum syariat: wajib, sunat, makruh, dan haram. Sanksi di belakang yang wajib dan haram adalah dosa dan pahala, atau nikmat dan azab. Sedangkan, sanksi di balik hukum yang sunat dan makruh adalah kecintaan dan kebencian Allah. .
Mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram itu, pasti karena rasa takut. Walaupun ada di balik perbuatan itu pahala dan kenikmatan, bayangan akan sangsi besar yang tidak akan tertanggungkan itu jauh lebih mendominasi rasa hati. Manusia terpaksa menyerah. Kalau rasa takut kepada Tuhan itu benar-benar ada, tak mungkin seseorang itu berani meninggalkan yang wajib dan melakukan yang haram. Jika masih juga dia buat, pastilah waktu itu, dia telah kehilangan rasa takut.


Selain mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram, manusia berlomba-lomba mengerjakan yang sunat dan meninggalkan yang makruh. Itu pasti karena cinta pada Tuhan. Mengapa tidak? Bukankah yang sunnat dan yang makruh tidak ada sangsi dosa dan kemurkaanNya sama sekali? Yang sunat hanya menjanjikan adanya cinta Tuhan. Sementara yang makruh menjanjikan adanya kebencianNya.


Kalau rasa cinta kepada Tuhan itu benar-benar ada di hatinya, tak mungkin seseorang itu akan meremeh-remehkan yang sunat dan memilih perbuatan yang makruh. Tak mungkin seseorang yang katanya cinta kepada Tuhan tidak memburu segala yang dicintaiNya dan menjauhi segala yang dibenciNya. Bukankah cinta harus dibuktikan dengan kesetiaan? Adanya yang sunat dan adanya yang makruh menjadi ujian untuk membuktikan adanya rasa cinta hamba pada Tuhannya.


Pengakuan akan adanya rasa takut dan cinta, tidak ada pengaruh apapun pada rasa takut dan cinta itu. Lidah memang tidak bertulang. Allah hanya melihat bukti. Manusia mungkin bisa ditipu dengan lidahnya, tapi Allah? Kalau ada orang yang mengaku takut Tuhan, tapi dia dengan semena-mena meninggalkan apa-apa yang diwajibkan Tuhan atau terus-menerus mengerjakan apa-apa yang dilarang Tuhan. Apakah pengakuannya itu munasabah?


Demikian juga, jika ada orang yang mengaku cinta Tuhan, tapi dengan tenang ia meninggalkan apa-apa yang dicintai Tuhan dan mengerjakan hal-hal yang dibenciNya, apakah munasabah juga kelakuan ini?


Jelas tidak. Cinta dan takut tak bisa dimain-mainkan. Ia misteri hati. Tempatnya di dalam lubuk yang dijadikan bersemayamnya keyakinan akan Sang Pencipta itu. Untuk mengetahui apakah ada iman di hati atau tidak, coba kita periksa dan tanyai hati itu sungguh-sungguh; adakah rasa takut dan cinta pada Allah di dalamnya? Sungguh takutkah ia dengan ancaman Allah atau tidak? Sungguh harapkah ia dengan janji-janji Allah atau tidak?


Wallahu a'lam
Bagaimana pendapat Anda?

No comments:

Post a Comment