Breaking

Monday, August 16, 2010

Nafsu


Nabi Yusuf AS berkata, "Sesungguhnya nafsu itu adalah pembawa kepada kejahatan, kecuali nafsu yang dirahmati Allah (QS 12:53)." Sebelum mengucapkan pernyataan itu, beliau mengakui bahwa tidak seorang manusia pun yang terbebas dari nafsu, termasuk beliau (padahal beliau seorang Rasul). Kalau begitu yang membedakan nafsu para nabi dan orang biasa dan sesama orang biasa adalah tingkatan keganasan nafsu itu masing-masing.


Ada orang yang nafsunya jinak sempurna, dan ada orang yang nafsunya liar sempurna. Nafsu yang jinak sempurna tak berdaya mencegah manusia tunduk pada kehendak Tuhan. Sementara itu, nafsu yang liar sempurna membuat kita berbuat sekehendak-hendak kita. Tentu ada juga yang berada di tengah-tengah kedua ekstrim itu.


Manakah yang lebih jahat antara penjajah kolonial Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun dengan nafsu yang liar yang menjajah diri seumur hidup? Kita selalu mengaitkan kemerdekan itu dengan terbebasnya bangsa ini dari penjajah kolonial. Kita lupa bahwa penjajah sesungguhnya adalah nafsu yang liar yang menguasai perjalanan hidup kita.


Akal yang cerdas memang sangat diperlukan. Tapi akal yang terjajah nafsu jauh lebih berbahaya. Orang-orang yang tidak berakal tidak begitu membahayakan bagi orang lain. Tapi, orang yang berakal cerdas, namun akalnya dalam kendali nafsu, sungguh berbahaya. Akal cerdasnya itu dapat dibuatnya untuk menyakiti, menipu manusia, menipu orang banyak, dan melumpuhkan akal orang lain. Seolah-olah dia saja yang boleh berakal sedangkan orang lain taklid saja.


Bahkan, akal cerdas yang jahat itu dapat memutarbalikkan fakta kebenaran yang berasal dari Tuhan. Dia memaksa akal mengarungi wilayah yang bukan wilayah akal lagi, tapi sudah memasuki wilayah yang sebenarnya sudah berada dalam otoritas wahyu. Mereka berani merusak dan mencemarkan ayat-ayat Allah. Mereka bahkan menantang Rasul Allah untuk bertanding menciptakan sunnah-sunnah tersendiri dan menciptakan cara-cara beribadah sendiri. Cara ibadah yang diajarkan AlQuran, AsSunnah, dan Ijma' (hasil ijtihad kolektif imam-imam mujtahid) direkayasa ulang agar terlihat lebih modern, efektif dan powerful. Dalih dan terminologinya pun bisa direkayasa juga biar terlihat mentereng.


Kalau kita kaitkan pembahasan kita dengan pendidikan di negeri ini, pendidikan yang berorientasi pada pengembangan akal tanpa menghiraukan penjinakan nafsu, sangat berbahaya bagi masa depan negeri ini. Bisakah Anda membayangkan suatu masyarakat yang manusianya cerdas dan kreatif tapi jahat? Sejahat-jahatnya hewan buas, masih bisa dijinakkan. Tapi, kalau manusia? Sila dijawab sendiri.


Wallahu a'lam
Bagaimana pendapat Anda?

No comments:

Post a Comment