Breaking

Sunday, February 23, 2014

Akmal Nasery Basral, Penulis Fiksi

Nama Akmal Nasery Basral pertama kali saya kenal  tahun 2010 setelah menonton film hebat Sang Pencerah.  Beberapa hari setelah menonton film tentang Kiai Ahmad Dahlan itu,  saya menemukan buku dengan judul yang sama dengan film: Sang Pencerah. 
Nampaknya, buku Sang Pencerah adalah versi  novel yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral berdasarkan skenario yang sama dengan versi Film. Versi film sendiri ditulis oleh Hanung Brahmantyo.  Tentu saja, film dan novel punya kekuatan dan kelemahan masing-masing  yang tidak bisa dibandingkan.  Namun, kedua versi tersebut ternyata sama-sama  lupa menceritakan kalau istri Kiai Ahmad Dahlan adalah empat, bukan satu.

Ketika saya bertemu Akmal Nasery Basral beberapa hari yang lalu, Kamis 20 Februari 2014, hal itu saya tanyakan kepadanya. Penulis yang mengaku berdarah Minang itu mengatakan kalau ia tidak lupa. Dalam data yang dimilikinya, Kiai Ahmad Dahlan berpoligami setelah Muhammadiah berdiri sedangkan Sang Pencerah menyungkil sejarah Kiai Ahmad Dahlan sebelum berdirinya organisasi besar itu. Ya, masih monogami di saat itu.



Tiga hari penuh, 20-22 Februari 2014, bertempat di kantor IKAPI, Jakarta, dalam program ALINEA (Akademi Literasi dan Penerbitan Indonesia) yang diadakan oleh IKAPI, saya duduk menyimak Akmal yang baru pertama kali saya jumpai di waktu itu.  Akmal adalah pengajar penulisan fiksi di ALINEA tersebut.  Dalam kesempatan yang langka itu, bukan hanya karya beliau saja yang kami diskusikan secara rinci untuk melihat elemen-elemen sastra yang harus ada dalam sebuah karya fiksi. Draft novel saya yang masih berantakan sempat juga dibahas. He he he.

Walaupun dibahas hanya sebentar, bakal novel saya yang rencananya  akan mengangkat kehidupan para pengikut Arqam di Indonesia itu tenyata banyak sekali bolong-bolong yang mesti ditambal. Wah, masih lama nih novel ini bisa terbit. Tapi, terimakasih Akmal yang telah menunjukkan poin-poin penting yang harus saya perbaiki. Plot sudah oke. Beberapa dialog mesti ditambah supaya lebih dramatis. Semoga kisah tragis yang diangkat dari kisah true story itu segera jadi kenyataan.

Dalam catatan saya, Akmal Nasery Basral bukan penulis sastra sembarangan.  Karya pertamanya adalah Imperia (2005). Karya ini ditulisnya ketika ia masih aktif sebagai jurnalis di majalahTempo. Kepiawaiannya merangkai data sebagai jurnalis telah dipadukannya dengan ketajaman perasaannya sebagai sastrawan dalam hampir semua karya fiksinya.

Karya Akmal Nasery lain dalam bentuk novel  adalah  Legenda Bandar Angin (2006),Nagabonar Jadi 2 (2007), Parlemen Undercover: Kisah-kisah Sontoloyo Wakil RakyatNegeri Indosiasat (2008),  Presiden Prawiranegara (2011), Batas  (2011), Anak Sejuta Bintang (2012), Tadarus Cinta Buya Pujangga (2013).

Seluruh karya yang berkaitan dengan tokoh nasional seperti Kiai Ahmad Dahlan, Syafrudin Prawira Negara, Ahmad Bakri, dan Buya Hamka ditulis berdasarkan fakta-fakta historis yang shahih sesuai riset yang dikerjakannya secara mendalam.

Tiga belas cerpen Akmal yang terkumpul dalam satu buku Ada Seseorang di Kepalaku Yang Bukan Aku  memiliki variasi berbagai macam struktur yang cocok dijadikan referensi bagi siapapun yang ingin belajar menulis cerpen. Seluruh struktur yang dikaji oleh para teoritis fiksi ada di sana.

Salah satu cerpen Akmal Nasery yang berjudul Swans of  The Rising Sun, cerpen yang tergabung di dalam An Anthology of Short Story from 25 Writers Around The Wolrd, membuat saya pilu. Kisah gadis kecil korban tsunami Aceh 2004, bernama Mutia, yang harus menghadapi kenyataan pahit kedua kalinya di tsunami Furushima, Jepang 2011, betul-betul membuat saya tak mampu  membendung airmata. 

No comments:

Post a Comment