Breaking

Thursday, June 18, 2015

Ramadhan: puasa, taqwa, dan Al-Quran


Sudah mafhum bagi kaum muslimin bahwa Allah mewajibkan orang beriman berpuasa di bulan Ramadhan.  Sebagai orang yang beriman, kaum muslimin pastilah akan menyambut seruan berpuasa ini dengan sukacita, penuh keinsafan.  Berbagai persiapan pun dibuat. Bukan hanya orang dewasa yang bersiap diri, anak-anakpun dipersiapkan menyambut seruan puasa sebulan penuh ini.

Betapapun puasa ini wajib hukumnya -- bahkan telah diwajibkan kepada  ummat sebelum ummat Muhammad SAW -- yang harus menjadi catatan kita bersama adalah puasa itu sendiri bukanlah tujuan. Ia bukan destinasi akhir.

Puasa hanyalah sebuah sarana, sebuah proses antara,  menuju taqwa. Destinasi akhir puasa adalah taqwa.

Artinya apa? Dengan puasa, dengan seluruh paket amalan yang menyertainya, orang-orang beriman diharapkan berproses menggembleng diri menuju apa yang disebut "taqwa" itu.

Kalau kita  sekeluarga berfokus  hanya membicarakan proses puasanya saja, proses menahan makan dan minum,  maka rasanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dari sudut medispun bukan satu dua penelitian yang menunjukkan manfaat pausa.

Bahkan, proses puasa itu sendiri secara syariat sangat sederhana. Lihatlah atauran syariat mengenai puasa. Hanya sekedar menahan makan, minum, dan keinginan seksual di siang hari sejak fajar hingga maghrib. Tidak ada bacaan-bacaan khusus. Tidak ada upacara-upacara khusus. Sepanjang batas-batas apa yang disebut menahan itu dijaga, maka besar kemungkinan proses puasa akan sah, berjalan baik dan sukses.

Tapi, bila kita bertanya apakah puasa yang telah dilakukan itu telah menjadi proses menuju taqwa? Nah, di sinilah persoalannya. Kita memang perlu cemas dalam hal ini. Kita tentu tidak ingin kalau dengan puasa, kta hanya mendapatkan lapar dan dahaga semata.

Proses puasa yang merupakan proses menuju taqwa itu bukanlah proses sederhana. Ia bukan proses jasmaniah belaka. Proses menuju taqwa adalah proses yang melibatkan kedua dimensi manusia--jasmaniah dan ruhaniah--sekaligus.

Proses menuju taqwa melibatkan fisik, akal, dan hati. Secara statistik, proses fisiknya banyak yang berhasil, walaupun ada juga beberapa orang yang tumbang, tapi bagaimana  dengan proses akal dan hati? Berapa banyakkah orang yang berpuasa yang hanya dapat fisiknya?

Dalam menyeimbangkan ketiga proses itu berjalan dengan baik, kita sangat perlu melihat satu hal yang disebutkan secara eksplisit oleh Allah berkaitan dengan Ramadhan. puasa, dan taqwa.

"Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran."

Artinya, puasa hanya akan menjadi proses menuju taqwa apabila orang berpuasa merapatkan diri pada Al-Quran. Secara fisik ia bepuasa. Bersamaan dengan itu, ia menyirami akal dan hatinya dengan Al-Quran. Secara perlahan akal dan hatinya yang telah rusak oleh pengaruh berbagai obsesi dan ambisi hidup jangka pendek kembali tersadarkan dengan firman-firman Tuhan itu.

Semoga.






No comments:

Post a Comment