Breaking

Sunday, September 20, 2015

Pepaya



Pepaya ini tidak secara sungguh-sungguh ditanam apalagi dipelihara. Buktinya, tidak seorang pun di antara kami tahu jenis apa pepaya ini. Tapi anehnya, ia bisa tumbuh besar, subur, dan berbuah.

Hari ini, saya mecicipi sebuah pepaya yang matang di batang .

Bentuk luarnya seperti pepaya Bangkok: membesar ke ujung, tapi sebagian besar kulitnya kuning dan ukurannya kecil. Tidak seperti kebanyakan pepaya Bangkok yang kulitnya tetap hijau walaupun sudah matang.

Warna daging pepaya ini kuning, padahal pepaya Bangkok tahu saya merah.  Biji pepaya ini banyak sehingga repot memakannya. Rasa pepaya ini kurang manis, setidak-tidaknya dibandingkan beberapa varietas pepaya yang dijual di  Jakarta. Selain itu, batangnya terlalu jangkung bagi saya.

Saya kurang senang dengan pepaya berbatang tinggi, berbijik banyak, apalagi tidak manis. Batangnya yang tinggi  membuat pepaya ini susah dipetik. Kesuliatan memetiknya tidak terimbangi oleh rasanya yang kurang manis itu.

Tapi, kalau melihat subur tumbuhnya pepaya ini, saya menjadi bergairah untuk bertani pepaya di masa-masa yang akan datang. Tanah di sini tetlihat sesuai untuk tanaman semacam pepaya ini. Barangkali, karena kotoran ayam yang berlimpah di sini --berada di antara dua kandang ayam-- tanah menjadi subur. Ini harus dianggap peluang.

Saya tinggal mencari bibit pepaya dari varietas-varietas terbaik yang ada di pasaran seperrti Bangkok atau California yang rasanya telah terkenal seantero dunia untuk ditanam di sini. Dimanakah saya harus mencarinya?

Tapi, mengapa pula nama jenis pepaya harus nama tempat di luar negeri? Tidak adakah, misalnya, pepaya Depok, pepaya Cililitan, atau pepaya Koto Marapak?

No comments:

Post a Comment