Secanggih-canggihnya otak menyerap, menyimpan, mengolah, dan mengembang-biakkan informasi melahirkan ide-ide, otak tidak lebih dari sekedar bagian tubuh yang tidak berdaya . Otak sama saja dengan bagian tubuh lain seperti mata dan telinga, tangan dan kaki yang sama-sama tidak berdaya walaupun yang satu terlihat lebih canggih dari yang lain karena perbedaan fungsinya.
Otak itu sama sekali tidak dapat berpikir. Walaupun terdiri dari triliunan sel dengan segala kerumitannya, otak tidak dapat mengolah informasi, palagi menghasilkan ide-ide. Sebenarnya, yang menjadi sutradara bagi proses berpikir otak adalah akal yang dipancarkan oleh ruh yang berada di belakang seluruh fungsi faal tubuh. Kalau tidak percaya, perhatikan tatkala ruh itu dicabut dari jasad, seketika itu juga seluruh jasad berubah jadi bangkai. Kemana perginya kejeniusan, kepakaran, kehebatan yang dibangun bertahun-tahun lamanya?
Sekarang mari kita lihat lebih jauh ke dalam ruh. Tuhan menciptakan ruh tidak dalam satu dimensi. Salah satu dimensinya adalah bagian yang berkemampuan berpikir yang dinamakan akal itu. Tapi sebenarnya, kalau kita kaji lebih jauh, akalpun ternyata bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, yang dapat menjalankan fungsinya sendiri. Ada satu dimensi lain ruh yang dinamakan hati-nurani yang berada pada pusat ruh itu sendiri. Di hati-nurani, Tuhan meletakkan rasa bertuhan sebelum ruh dihembuskan ke dalam jasad. Di hati nurani, Tuhan letakkan kesadaran sebagai manusia. Hati nurani diberi kemampuan merasa, termasuk merasa takut dan cinta. Sebenarnya hati-nurani inilah raja diri manusia itu dan inti daya ruh itu secara keseluruhan. Akal bekerja atas perintah hati-nurani ini. Benarlah ketika Rasulullah mengatakan, "Di dalam dada manusia ada sebuah gumpalan. Bila dia baik, baiklah manusia itu. Bila ia jahat, jahatlah manusia itu. Dia adalah Qalb (hati nurani)"
Betapapun hati diciptakan dalam fitrahnya baiknya, bisa berubah menjadi jahat karena di dalam ruh ada dimensi lain berupa hasrat manusiawi yang disebut hawa nafsu yang berhembus terus menerus ke dalam relung hati manusia. Hawa nafsu ini dipandang begitu jahat karena dia tidak merasa cukup bila manusia hidup apa adanya. Dia hembuskan keinginan untuk menggapai sebanyak-banyaknya harta benda, setinggi-tingginya jabatan. Bahkan hawa nafsu memasuki relung hati untuk menggantikan rasa bertuhan dan rasa kehambaan yang telah dibawa hati sejak awal penciptaannya.
Kita kembali ke akal. Alam raya ini, mulai dari proses penciptaannya, pembentangannya, strukturnya, macam ragam tingkah polah penghuninya, sampai dengan proses penghancurannya kelak, sangat menarik bagi akal. Manusia memang penasaran untuk mengetahui lebih banyak rahasia-rahasianya. Manusia dengan akalnya itu akan mengeksplorasi segala yang ada dalam alam semaksimal mungkin atau mungkin bahkan tanpa batas.
Tuhan memang memerintahkan kita untuk mendayagunakan akal: berpikir, membaca, mengamati, menganalisa apapun di dunia ini untuk memenuhi rasa ingin tahunya itu. Namun, bila hati-nurani kotor, dipenuhi oleh hawa nafsu yang jahat, seluruh potensi akal hanyalah melahirkan kejahatan. Akal akan mengembara secara liar, menabrak apapun, karena akal itu buta. Hati yang bersih, yang dipenuhi rasa takut dengan azab Tuhan dan selalu berharap akan kasih sayang Tuhan, akan mengendalikan perjalanan akal di atas rel yang benar, yaitu rel Allah. Fitrah hati memang takut dan cinta pada Tuhan. Hati yang kotor menyeret manusia ke jalan yang kotor juga. Otak, mata, telinga, tangan, dan kaki serentak bergerak kemana hati menghendaki.
Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi bila hawa nafsu berhasil menawan hati-nurani dan bersarang di dalamnya? Rasa bertuhan dipadamkannya dan diganti oleh rasa keduniaan dan kebendaan. Dengan serta merta negeri akhirat yang indah itupun sayup-sayup tak terlihat lagi. Wajah Tuhan yang Yang Maha Baik itu lenyap dari ingatan digantikan oleh wajah-wajah lain yang dikira lebih baik dan lebih memberi harapan: ayah, ibu, anak, istri, suami, saudara, mertua, majikan, atasan, bawahan, pelanggan, pemasok, investor, partner, kolega, presiden, dan sejumlah wajah-wajah duniawi lainnya.
Rasa kehambaan punah digantikan oleh rasa ego dan kepentingan diri, dengan semboyan, "Aku ingin hidup seribu tahun lagi." Setiap hari kita akan menepuk dada, sombong membanggakan diri, menghardik kesana kemari. Ada yang mencela sedikit saja, hati menjerit, sakitnya bukan kepalang. Ada yang puji sedikit saja, hati melambung-lambung, berbunga-bunga. Tidak ada rasanya yang lebih benar di dunia ini kecuali diri ini. Dunia ini "aku" yang punya. Orang lain cuma menompang, "ngontrak."
Disinilah urgensinya berpikir sambil berzikir. Berzikir adalah formula dari Tuhan untuk memelihara kebeningan hati. Berzikir akan menguatkan hati agar tidak mudah terpesong oleh serangan hawa nafsu. Berzikir menyebut nama Allah mencuatkan kembali suara nurani yang asli dan menyingkirkan hawa nafsu seperti terang fajar menggeser gelap malam.
Ketika Anda membaca apalagi menulis, akal akan terstimulasi untuk berpikir. Bila hati tidak tersambung dengan Allah, ide-ide yang akan disimpankan ke dalam sel-sel otak Anda adalah ide-ide liar. Akal yang tidak tersambung dengan hati yang takut Tuhan akan menyerap, menyimpan ide apapun, tidak peduli berguna atau tidak berguna, berbahaya atau tidak berbahaya bagi manusia. Inilah yang menyebabkan tidak sedikit para jenius dunia, penulis-penulis hebat yang tulisannya dibaca jutaan orang seperti Darwin, Karl Marx, Nitsche, menjadi sumber malapetaka kemanusian. Akal yang tersambung dengan hati yang selalu berzikir akan melahirkan ide-ide cemerlang, ide-ide untuk memanusiakan manusia. Lihatlah penulis-penulis hebat yang tulisannya cerah dan mencerakan seperti Al-Ghazali, Abdul Qadir Jailani, Facrurrozy, menjadi obat bagi penyakit kemanusiaan.
Mulailah menulis dengan menyebut nama Allah, "Bismillahirrahmanirrahim, dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang." Kemudian, bisikkan ke dalam hati munajat yang semisal dengan ini, "Wahai Tuhan, izinkan aku menuliskan pikiranku, demi mengikuti perintahMu dan tegaknya kebaikan-kebaikanMu. Aku hanya seorang hamba, sementara Engkau adalah Tuhanku. Bimbinglah aku. Curahkanlah ke hatiku ilmu. Jangan biarkan setan dan nafsu mengganguku sehingga tercabut rasa takut dan cintaku pada Mu." Tutuplah tulisan Anda seraya bersyukur dan minta ampunanNya.
Dengan cara itu, akan lahir di tulisan dengan ide-ide yang mencerahkan bukan meresahkan, tulisan-tulisan yang membawa kebaikan bukan kehancuran. Alangkah indahnya dunia ini, jika semua tulisan yang beredar di buku-buku, majalah, media-media elektronik, blog-blog, website adalah tulisan-tulisan yang lahir dari 'abid-abid, yang hatinya penuh dengan rasa bertuhan dan rasa kehambaan.
Bagaimana menurut Anda?
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment