Breaking

Friday, December 18, 2009

Menulis refleksi (renungan)


Refleksi atau renungan berbentuk semacam tulisan ringkas, spontan yang secara prinsip sama dengan diary di dalam cara penulisannya: ringan, harian, reflektif, personal, subjektif, ringkas. Namun refleksi berbeda dari diary di sisi topik. Refkeksi fokus pada satu topik yang tercermin dari judulnya, sementara diary tidak. Bila Anda menulis refleksi dengan beberapa topik, setiap topik ditulis terpisah dengan judul masing-masing.
 Dalam kamus Webster diterjemahkan bahwa reflect artinya respons cepat atau tiba-tiba terhadap sesuatu. Dengan pengertian itu reflective writing adalah tulisan yang merupakan pikiran yang merespon sesuatu peristiwa yang terjadi ketika itu secara ringan, ringkas, dan sederhana. Kita sering menyebutkannya sebagai renungan, atau renungan harian.
 Adalah satu kebiasan pikiran untuk bekerja secara reflectif, merespon sesuatu tanpa sengaja, tanpa perencanaan. Tulisan seperti itu mudah dibuat dan banyak manfaatnya. Kita hanya menuliskan apa respon hati kita pada saat itu terhadap sesuatu. Misalnya hari itu ada seseorang yang buang angin di dalam bis. Baunya menyebar ke seluruh ruangan. Semua orang bertanya-tanya siapa yang berbuat kurang ajar itu. Bayangkan Anda ada di dalam bis itu. Tanpa melihat repon orang lain sekalipun, Anda pasti akan bereaksi spontan. Di pikiran Anda muncul berbagai pertanyaan, mungkin juga makian. Lebih-lebih lagi ketika Anda mulai melihat reaksi orang di sekitar Anda, pikiran dan perasaan Anda akan semakin bervariasi. Nah, tuliskan pikiran dan perasaan itu. Itulah reflective wtiting, disingkat dengan refleksi saja atau renungan.
 Ketika di malam hari, di waktu santai, Anda sedang menonton televisi. Sebutlah Anda sedang menonton berita tentang demo di Hari Anti Korupsi Sedunia, tempo hari. Pikiran Anda bergerak dengan sendirinya meilihat berbagai fenomena, mulai dari ramainya yang terlibat, tujuan demo yang tidak jelas, gangguan yang terjadi, serta sibuknya aparat keamanan. Sekarang ambillah alat tulis, dan tulislah. Tuliskan apa adanya. Ikuti aliran fikiran dan perasaan. Tuliskan tanggapan-tanggapan Anda secara spontan. Anda tidak perlu menulis panjang-panjang. Tulislah secukupnya. Kalau Anda masih fokus pada topik itu, tidak berpindah ke topik lain, itulah refleksi. Kini tinggal diberi judul dengan satu frasa yang menggambarkan topik tulisan.
 Ciri-ciri reflksi adalah tanpa perencaaan, tanpa outline, cepat, dan instan. Saat terpikir, saat itulah Anda menuliskannya. Refleksi bersifat personal, subjektif, dan ringkas. Bersifat personal karena tokoh utamanya memang si penulis, yaitu Anda sendiri dengan menggunakan kata ganti "saya" atau "aku". Gaya bahasanyapun, sangat personal.
 Refleksi bersifat subjektif karena tulisan itu cendrung berisi persepsi atau penilaian pribadi yang kadang-kadang tidak ditunjang oleh data yang akurat. Anda tidak memerlukan referensi apapun, karena reflksi bukanlah karya ilmiah. Kalau Anda ragu, ya tulis saja di sana bahwa Anda ragu. Anda merasa benci dan jijik, ya tuliskan perasaan itu. Semakin banyak unsur perasaan terlibat, semakin hidup tulisan refleksi tersebut.
 Refleksi ringkas karena tulisan ini karena refleksi tidak bertele-tele berkepanjangan. Topiknya tunggal. Saya pernah membaca refleksi dari seorang penulis professional, hanya satu paragraf yang terdiri dari 3 kalimat pendek. Paling panjang, berkisar pada 100-500 kata. Biasanya ditulis harian. Kalau Anda sering membaca "Editorial" di Media Indonesia, atau "Tajuk Rencana" di Kompas, kedua tulisan itu termasuk refleksi, hanya saja mewakili dewan redaksi, bukan perorangan. "Catatan Pinggir" di Tempo, bisa disebut refleksi juga.
 Saya senang membaca refleksi yang ditulis banyak penulis. Di samping topik yang diangkat ringan, bervariasi, dan berubah dari hari kehari. Kadang-kadang jenaka, kadang-kadang serius juga. Unsur emosionalnya sangat kentara. Yang lebih penting, membaca refleksi terasa ada hubungan pribadi pembaca dengan si penulisnya, terasa seperti membaca surat dari seorang sahabat.
 Pengalaman menulis refleksipun sesuatu yang luar biasa. Pengalaman itu bukan saja membiasakan menulis, melainkan dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaan secara bebas. Menulis refleksi, sarana terhebat membiasakan menulis sekaligus mencerahkan pikiran.
 Bagaimana pendapat Anda?
 Wallahu a'lam.

No comments:

Post a Comment