Pembiasaan menulis dimulai dengan langsung menulis. Jangan buat perencanaan apapun, baik dalam bentuk plot maupun outline. Jangan risaukan ide, karena pengalaman para penulis menunjukkan bahwa ide datang ketika sedang menulis. Mencari ide berjam-jam merupakan tindakan yang sanagt keliru.
Keadaan paling menyiksa yang dialami ketika seseorang ingin mencoba menulis ialah ketika ia duduk termenung berjam-jam di depan komputer atau kertas tulis, tanpa menuliskan satu kalimatpun. Layar monitor atau kertas masih kosong melompong. Bertumpuk bahan telah tersedia di meja. Otak sudah terasa panas, namun tak satu kalimatpun yang terjelma. Ketika muncul satu kalimat, secepat itu pula jarinya menghapusnya kembali. Bahkan ketika dia berhasil menuliskan satu paragraf, tanpa belas kasihan, paragraf itu akan dihajar habis-habisan. Seolah-olah ada dua personal dalam dirinya, yang satu Sang Ilham dan yang satu lagi Sang Editor yang kejam. Berjam-jam hatinya berbisik, "Aduh, belum ada ide yang dapat saya tulis. Dari tadia, saya masih sedang menyusun rencana apa yang akan ditulis."
Apakah situasi seperti ini pernah menimpa Anda? Saya pernah.
Coba ingat-ingat kembali apa saja yang telah Anda kerjakan sejak pagi tadi sampai dengan saat ini. maksud saya pekerjaan selain menulis seperti mandi, sarapan pagi, membersihkan sepatu, dll. Adakah pekerjaan-pekerjaan itu direncanakan terlebih dulu? Misalnya, sebelum Anda mengerjakannya, Anda susun dulu langkah-langkahnya. Saya kira tidak. Saya yakin, hampir semua pekerjaan itu berlangsung dengan spontan, begitu saja. Pertanyaan sederhana, "Kalau pekerjaan yang lain dapat Anda lakukan tanpa perencanaan, mengapa menulis tidak?"
Sekarang saya ingin sampaikan kepada Anda satu hal yang sangat penting. Ini adalah rahasia terbesar dari penulis-penulis hebat. Mereka ternyata menulis tanpa membuat perencanaan apapun. Mereka bahkan mulai menulis di saat di otak mereka tidak ada satu idepun untuk ditulis. Mereka langsung siapkan alat tulis seperti pena dan kertas, atau komputer, mereka langsung menulis satu kalimat yang muncul saat itu secara spontan di pikiran mereka sebagai kalimat pertama. Ketika kalimat pertama telah dituliskan, mereka langsung menulis kalimat kedua dan membiarkan kalimat itu keluar apa adanya sebagai respons atas kalimat pertama. Setelah itu, merekapun melanjutkan menulis kalimat ketiga. Mereka biarkan jari mereka bergerak terus, menulis kalimat demi kalimat yang sambung-menyambung. Demikian seterusnya, perlahan-lahan sampai mereka selesaikan beberapa kalimat. Mereka belum akan berhenti sampai mereka menulis tiga sampai lima paragaraf secara asal-asalan.
Mereka menulis tanpa membebankan pikiran kepada satu rencana apapun. Joe Vitale dalam "Hypnotic Writing" melaporkan bahwa Eric Butterworth, penulis ratusan buku, artikel, dan sandiwara radio, selalu memulai harinya dengan menulis asal-asalan. Bahkan penulis fiksi produkstif Ray Bradbury setiap hari menuliskan apa saja yang ada di otaknya untuk sampai muncul satu ide yang tepat. Pamusuk Eneste mengumpulkan hasil wawancara dengan lebih dari 30 orang penulis top sastra Indonesia. Sebagian besar mereka mengaku menemukan ide apa yang akan ditulis di saat mereka sedang menulis. Kalaupun mereka punya satu ide sebelum menulis, entah mengapa ketika mulai menulis, mereka akan menuliskan ide yang sama sekali lain.
Nasihat penulis-penulis hebat itu hanya satu. Mulailah menulis dan Sang Ilham akan datang sendiri setelah dia mengendus aroma kalimat-kalimat Anda. Dia akan duduk di samping Anda mendiktekan apa yang akan Anda tulis berikutnya. Jangan percaya kepada mitos bahwa menulis dimulai dengan adanya ide, Merdekakan pikiran itu. Jangan belengu arahnya. Biarkan otak menemukan ide-ide yang akan dituliskan.
Berhentilah berpikir bahwa menulis memerlukan outline atau plot sebelumnya. Outline atau plot itu dapat dibangun kapan saja selama menulis. Kalau kebetulan ia sudah ada sebelum menulis, silakan ditulis. Kalaupun belum ada, tetaplah mulai menulis. Anda tinggal berhenti sebentar ketika sudah ada ide mengenai outline dan plot itu. Outline atau plot yang terlalu dini, yang diharapkan membantu, kadangkala dapat membelengu pikiran. Pikiran seolah-olah sudah dipasung pola geraknya ke satu arah, sementara ia sedang menemukan rute kreatifitasnya ke arah yang lain. Karena adanya pemaksaan itulah, sering terjadi kemacetan dan kebuntuan.
Logika sederhanya begini. Kalau kita menulis dengan relaks, santai, dan perasaan ringan tanpa beban, sel-sel otak akan lebih leluasa bergerak, bukan? Otak lebih mudah mengalamai stimulus dan ide yang tersimpan dalam tempat penyimpannya mulai bergerak aktif. Ingat bahwa semua ide yang ada di dalam otak itu saling kait mengait. Satu saja bergerak, yang lain akan ikut begerak. Pengalaman telah membuktikan bahwa ilham datang pada saat itu. Pikiran kreatif akan muncul tiba-tiba di saat kita sedang menuliskan ide-ide dalam beberapa paragraf awal. Jangan kuatir kalaupun Anda memerlukan lima atau enam paragraf secara asal-asalan.
Ketika ide-ide mulai bermunculan aktif, saat itulah kita harus mempercepat penulisan mengikuti gerak hati dan pikiran. Jangan mengeditnya sampai satu ketika Sang ilham berhenti mendiktekan ide-ide. Biarkan jari bergerak dan terus bergerak. Istirahatkan Sang Editor Anda yang kejam itu. Bahkan ketika jari mulai terasa ingin berhenti, tuliskan apa saja, seperti kata sambung "dan", "atau", "karena", "tetapi" dll di belakang kalimat yang baru saja selesai Anda tulis sehingga Anda terpaksa menambahkan kalimat lain setelah itu.
Contohnya Anda baru saja menulis, "Pagi ini hati saya terasa nyaman." Tiba-tiba Anda kehabisan ide. Jangan berhenti menulis. Tulis salah satu kata sambung di belakangnya, seperti kata sambung "karena". Tulisan Anda akan berbunyi, "Pagi ini hati saya terasa nyaman, karena....." Pikiran Anda akan merespons kata "karena" itu dengan kalimat sambungannya seperti "istri saya baru saja pulang." Silakan mencoba.
Jangan edit. Sekali lagi jangan edit. Ada saatnya nanti, entah kapan, Sang Editor Anda ditugasi bekerja. Bukan saat ini.
Bagaimana pendapat Anda?
Wallau a'lam.
Salam kenal, Pak. Tulisan yang bagus
ReplyDeleteMuji Sasmito. Semoga ada manfaatnya
ReplyDeletewah, artikel ini telah meledakan misteri saya. Sebelumnya, saya masih bimbang; apakah ide itu dipikirkan (tanpa menulis) atau dicurahkan langsung ke tulisan. Setelah saya mencermati artikel anda ini -sampai saya baca ulang-ulang, untuk memastikan apakah saya salah persepsi, tapi tidak! Nah, akhirnya terjawab juga. "plong" rasanya....
ReplyDeletesalam kenal pak Jufran.
terima kasih atas sharing ilmunya.
jerry
www.komsensus.wordpress.com
Jerry, mari menulis dan terus menulis. Tidak ada cara yang lebih baik dalam memelihara kerja otak kecuali dengan menulis.
ReplyDelete