Walaupun pengalaman mendirikan usaha-usaha baru berbeda dari entrepeneur yang satu dengan entrepreneur yang lain, ada beberapa hal yang standar. Maksudnya ada beberapa hal yang disepakati oleh mereka. Seolah-olah itu sudah menjadi sunnatullah yang tidak dapat dielakkan. Diantaranya adalah modal awal seorang entrepreneur merintis usaha baru.
Dari pengamatan dan pengalaman saya, juga hasil interview dengan beberapa orang entrepreneur, juga hasil membaca tulisan para entrepreneur, modal awal pendirian usaha baru bagi seorang entrepreneur adalah niat, optimisme, keberanian, dan mimpi.
NIAT
Sebelum Anda memutuskan untuk menjadi seorang entrepreneur, luruskan dulu niat. Apapun hasil perjuangan Anda, tergantung niat Anda. Rasulullah SAW bersabda, "Semua amal tergantung niat." Tanyai diri sendiri, cek apa niat kita. Kalau niat kita memang ingin menjadi hamba Tuhan dalam arti yang sesungguhnya melalui kewirausahaan, ingin mengabdikan hidup dan mati untuk Tuhan untuk menciptakan lapangan kerja baru, menempuh jalan yang direkomendasikan Rasulullah yaitu jalan perniagaan untuk menafkahi keluarga, Kita telah berada di rel yang benar. Itu modal awal yang paling berharga. Jangan cemaskan yang lain lagi setelah itu.
"Nggak ada uang untuk modal?" Tenang, dengan satu jurus saja, Anda akan mendapatkannya. "Nggak ada keahlian?" Tenang, dengan satu jurus yang lain, Anda akan dikerumuni oleh berpuluh-puluh tenaga ahli di bidangnya. "Nggak ada gagasan?" Tenang, nanti anda akan tahu betapa susahnya membendung gagasan yang berdatangan. Tapi, kalau ada niat selain untuk Tuhan, saya ingin Anda, juga saya, untuk bertaubat bersama-sama. Kembalikan niat untuk Tuhan saja. Semua yang Anda perlukan akan Anda peroleh setelah itu karena Tuhan adalah Zat yang memiliki segala-galanya.
Kalau niat hanya mau jadi orang kaya, terlalu sia-sia hidup ini. Tak sedikitpun kekayaan kita bisa membantu menyelamatkan kita di dalam kubur. Mau mengabdi untuk bangsa dan negara? Ah, satu tsunami saja bisa melumatkan apa yang Anda sebut dengan bangsa dan negara itu. Sekedar mengisi waktu luang? Ada pekerjaan lain yang lebih gampang, kalau hanya untuk sekedar mengisi waktu.
Bangunlah usaha-usaha baru untuk Tuhan, dalam rangka mengabdi padanya. Patuhi rambu-rambu Tuhan karena takut dan cinta padaNya. Penuhilah dunia ini dengan berbagai macam usaha hasil kreasi Anda. Kalau perlu lokasi tambahan, Anda bisa ekspansi sampai ke planet lain.
OPTIMISME
Rasa optimis mesti tertanam di hati. Optimis artinya Anda melihat di depan ada harapan. Tanpa itu mana mungkin Anda akan mau berpayah-payah berpikir, berbuat, berkorban untuk sebuah kelahiran usaha baru. Kalau anda tidak melihat nilai tambah membentuk usaha, Anda tentu akan berpuas hati dengan apa yang ada sekarang. Kalau sekarang jadi pegawai, ya anda akan lakoni status ini sampai Anda benar-benar pensiun. Kalau Anda sudah ada usaha warisan orang tua yang sudah berjalan, Anda akan berpikir mengapa pula harus membuat usaha lain.
Optimis yang saya maksud bukanlah pura-pura optimis. Pura-pura optimis maksudnya, Anda hanya menggunakan slogan-slogan pemicu optimisme yang sering diajarkan oleh motivator-motivator kewirausahaan. Anda hanya berteriak-teriak, "Kalau orang lain bisa, mengapa saya tidak?" Atau Anda hanya menempelkan di dinding kerja Anda banner bertulisan, "Kalau saya pikir bisa, pasti bisa."
Tak usahlah sesombong itu. Itu angkuh namanya. Berbuatlah sederhana saja. Tak usah tergopoh-gopoh seperti orang kebelet. Optimesme yang maksud adalah optimisme yang sesungguhnya. Anda memang melihat dengan jelas nilai tambah itu, karena Anda memang mencari tahunya. Anda memiliki sedikit banyak data sebagai bukti bahwa yang akan Anda bangun memang mempunyai harapan.
Orang inilah yang akan memiliki sikap tahan banting yang sangat diperlukan dalam perintisan usaha baru.
KEBERANIAN
Yang dimaksud berani bukanlah asal nekat, "sableng", atau "ndablek" yang tidak mau tahu dengan resiko. Berani di sini adalah berani mengambil resiko. Artinya, seorang entrepreneur menakar resiko, menakar bentuk, besar dan peluang terjadinya suatu konsekeunsi. Karena resiko sudah dalam perhitungannya, Entrepreneur memikirkan cara mengendalikannya.
Berani bukan berarti menutup mata dan telinga dengan resiko. Entrepreneur sejati, tahu dengan resiko. Bahkan dia sengaja mempelajari resiko-resiko itu. Bedanya dengan orang kebanyakan, seorang entrepreneur memupuk cara menghadapinya, bukan lari.
Saidina Ali bin Abu Thalib terkenal dengan keberaniannya di medan perang. Namun ia menggunakan baju besi.
Saya kurang sependapat dengan motivator yang mengatakan, "Mulai saja, nggak usah pakai hitung-hitung." Menurut saya, itu namanya bukan keberanian, tetapi kekonyolan.
MIMPI
Entrepreneur senang bermimpi. Mimpi burukpun barangkali ditunggu-tunggu. Dia merupakan sang pemimpi. Saya tidak maksudkan seorang pemimpi harus tampil aneh, bicara ngawur, dan kadang-kadang seperti orang tidak normal. Pemimpi tetap hidup dalam dunia ril. Cuma, hanya akal pikirannya sering dibawa bertamasya ke alam mimpi, melihat-lihat apa yang tak terlihat oleh orang lain. Memikirkan apa yang tak terpikirkan oleh orang lain. Seolah-olah ia hidup dalam dua alam: alam ril dan alam mimpi.
Saya tertarik dengan film Avatar, karya James Cameron. Ketika orang-orang masih bicara tentang investasi di bumi, dia sudah bicara investasi di planet lain, Pandora, dengan merancang sistem transformasi ruh dari manusia bumi dengan manusia asli Pandora. Hanya mimpi bagi orang orang awam, tapi bagi entrepreneur nampak sebagai ril.
Ketika orang-orang hanya menikmati teknologi digital: warna, rupa, dan bunyi yang sudah didigitalkan sehingga bisa dikirim lewat email, entrepreneur sejati sudah bermimpi untuk mendigitalkan rasa, bau, dan sentuhan. Saya khawatir, tak lama lagi makananpun bisa dikirim lewat email.
Ada yang bertanya, "Apakah perlu ikut training?" Kalau training itu memang memberi informasi lebih banyak akan usaha yang akan digeluti sehingga anda mendapat data-data yang lebih lengkap, sehingga dengan demikian muncullah optimisme dan keberanian yang tidak semu, Silakan diikuti. Kalau training itu membuat Anda pandai menakar resiko, maka training itu bersifat positif. Tapi kalau training itu hanya menyuntikkan semangat-semangat kosong, seperti dalam film perang kemerdekaan, jangan ikuti. Dunia usaha bukan dunia main-main, yang bisa bermodalkan semangat semata. Dunia usaha bukan sebuah sinetron yang dapat Anda lakoni dengan menghapal beberapa dialog pendek dan menggunakn air mata palsu. Ini dunia sungguhan. Tangisannyapun, tangis sungguhan.
Bagaimana pendapat Anda?
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment