"Ustaz, datanglah ke Bank Sampah Prabumulih," demikian pesan singkat yang yang disampaikan melalui FB saya kemarin oleh seseorang yang mengaku bernama Siti Zulaiha.
Saya lupa siapa Siti Zulaiha itu. Saya sama sekali tidak mengerti apa bank sampah yang dibicarakannya itu. Seumur hidup baru sekali ini saya mendengar istilah bank sampah.
Hari ini, sesampai di lokasinya, saya disambut orang yang bernama Siti Zulaiha itu, perempuan muda berjilbab putih, didampingi dua orang asistennya. Ia kemudian menjelaskan apa bank sampah itu. Saya pun mengerti, terpana, sekaligus terharu.
Seperti bank konventional, BSP (Bank Sampah Prabumulih) mempunyai nasabah dengan nomor rekening masing-masing. Setelah seseorang mendaftar sebagai nasabah, mengisi formulir, dan membayar uang pendaftaran, maka orang itu akan diberikan buku tabungan BSP.
Sebagai nasabah, orang itu boleh memasukkan sampah ke BSP kapan pun. Sampah itu bisa sanpah dari rumah sendiri atau sampah yang ia kumpulkan dari tetangga kiri kanan. Jika orang itu memilah-milah sampah itu berdasarkan kategori sampah dan mengangkutnya ke BSP, maka orang itu berhak atas uang jasa itu. Sampah-sampah yang dibawa itu akan ditimbang petugas. Ke dalam buku tabungannya langsung dikreditkan nilainya sesuai dengan jenis sampah.
Sampah organik akan dinilai Rp.100/kg. Sampah kertas, koran bekas, dll diharga Rp500 /kg. Kardus Rp 1,200 /kg.
Gelas minuman dibedakan yang bening dengan yang warna. Yang bening Rp2000/g sedangkan yang warna Rp1000/kg. Kaleng soft dring seperti Sprite, Coca-Cola, dll dihargai cukup tinggi yaitu Rp6,000
Ada 27 kategori dan masing-masing kategori dengan harga yang bebeda-beda. Yang terendah adalah Rp.100/kg (sampah organik) dan yang tertinggi Rp. 35000/kg (sampah tembaga).
Setiap penyetoran sampah itu ke BSP, nilai tabungan nasabah akan bertamabah. Sekali dalam satu tahun, nasabah bisa mencairkan tabungannya itu dalam bentuk uang tunai. Jadi, rumanya bersih dari sampah, di akhir tahun ia mendapat uang. Sampah yang tadinya sesuatu yang menggangu kenyamanan dan sarang penyakit, sekarang menjaid sesuatu yang berharga.
Sampai hari ini tercatat 490 nasabah BSP. Untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, BSP telah mendirikan unit-unit pelayan di berbagai lokasi, untuk mempermudah pengiriman sampah. Unit itu ada yang di sekolah, di pondok pesantren, di RT atau RW.
"Sekarang ada 22 unit pelayan, tersebar di seluruh kota Prabumulih, Ustaz'" kata Siti Zulaeha dengan semangat.
"Dikemanakan sampah-sampah itu?" tanya saya setelah melihat tumpukan sampah yang sudah terpilah dengan rapi sesuai kategorinya masing-masing.
Siti Zulaiha membawa saya ke dekat sebuah lemari pajang. Ia mengeluarkan sebuah keranjang anyaman dari dalam lemari. Ia memperlihatkan kepada saya. "Coba tebak, apa bahan keranjang ini."
Spontan saya menjawab, "rotan".
Pikiran saya memang mengatakan bahwa bahan baku keranjang yang dianyam cantik itu adalah rotan kualitas premium yang ada di Indonesia.
"Bahannya dalah koran bekas." Jelas Siti.
Saya menyengir. Sulit akal saya menerima kenyataan bahwa anyaman keranjang yang ada di tangan saya berasal dari kertas koran yang sudah sampah.
Saya baru terima kenytan itu ketika kepada saya diperlihatkan urutan prosesnya dari awal sampai menjadi kerajinan tangan yang sangat bagus.
Berpuluh-puluh produk lainnya diperlihatkan pada saya. Ada bekas bungkus sampo, ada bekas botol aqua, ada bekas botol coca cola. Semua bahan baku itu hampir tidak dikenali lagi karena sudah berubah wujudnya oleh tangan pemuda-pemudi Prabumulih berbakat.
"Kami dulunya remaja-remaja yang aktif di mesjid." Siti Zulaiha menjelaskan cikal bakal BSP yang dimulai oleh 6 orang remaja aktifis mesjid yang dulunya tergabung di dalam FBI (Forum Bersama Irmas). Remaja-remaj mesjid ini bekerja sama membentuk sebuah komunitas yang bernama Prabu-Ijo.
Lewat dukungan berbagai pihak, khusunya Rumah Zakat dan Pemerintah Prabumulih, pemuda-pemudi yang hanya bermodalkan idealisme itu berhasil mewujudkan cita-cita mereka mendirikan sebuah bank. Bukan bank yang mengelola uang, tapi sampah.
Upaya yang mereka lakukan, kerja-keras, dan kreatifitas mereka bukan sembarangan. Mereka berhasil menyulap sesuatu yang menjadi lawan (sampah adalah lawan) menjadi kawan (uang serta barang-barang bermanfaat lainnya adalah kawan).
Alamat mereka adalah Jl. Arjuna RT 02 RW 05, Keluraha Wonosari, Prabumulih.
Oh ya, sebelum berpamitan pulang, mereka menghadiahkan saya sebuah kotak sendok dan dua buah gantungan kunci yang sangat cantik. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya, produk itu dibuat dari sampah.
No comments:
Post a Comment