Pagi ini kami di Bandung. Perjalanan dari Sentul ke Banndung kemarin sore ternayata lancar, tidak macet, di luar dugaan. Pagi ini suasana di Bandung cukup segar. Udara cerah. Mata hari tidak terlalu panas karena berawan. Kalaulah kehidupan berjalan seperti ini saja, segar, tidak macet, tentulah emosi-emosi tidak mudah terletup. Rasanya suasana hatipun akan terus mahmudah. Tapi, kenyataan tidak selalu begitu. Selalu saja da ujian-ujian dari dunia sekeliling. Mazmumah mudah terpancing.
Selepas subuh tadi kami membahas kuliah Abuya tentang fitrah manusia. Sebuah kuliah yang menjawab mengapa manusia harus tetap bermujahadah mengaitkan dirinya kepada Tuhan padahal di dalam dirinya sudah tertanam sifat-sifat baik. Mengapa kita tidak memadakan fitrah saja?
Saya memberikan suatu pengantar bahwa manusia memang diciptakan Tuhan dengan satu sifat bawaan yang disebut fitrah. Fitrah manusia itu utamanya adalah rasa bertuhan. Ruh manusia telah diperkenalkan dengan Tuhan sejak sebelum dihembuskan ke dalam jasad. Rasa takut dan cinta Tuhan adalah fitrah. Sifat itu bercabang-cabang ke sifat-sifat lain seperti senang berkasih sayang, senang bersih, senang keindahan, senang bersatu dan bekerja sama, senang saling tolong menolong, senang dengan kebaikan, senang dengan kejujuran dan kesabaran. Sebenarnya dengan fitrah itu saja, manusia sudah mampu melahirkan kebaikan. Itulah sebabnya pada masyarakat yang primitif sekalipun, ada standar kebaikan yang mereka anut bersama-sama, padahal mereka belum tersentuh agama.
Fitrah itu tidak cukup kuat menopang manusia untuk terus tegar, steady,berhadapan dengan hawa nafsu dan syaitan. Tuhan mengajarkan bahwa fitrah itu terlalu lemah terhadap ujian. Seseorang yang tidak suka marah, bisa pula marah kalau teruji dengan cobaan. Seseorang yang senang dengan kepemurahan, bila berhadapan dengan kesulitan hidup bisa menjadi sangat kikir. Demikian juga, manusia yang diciptakan senang dengan kasih sayang bisa menjadi sangat kejam menyiksa orang lain yang dibencinya.
Karena itu Tuhan gariskan kepada mausia untuk menempuh jalur perhambaan kepadaNya. Jalan itu akan memaksa manusia bertopang dengan Tuhan. Jalan itu akan mengukuhkan sifat-sifat fitrah menusia berkekalan. Dengan jalur ibadah dan mujahadah, Tuhan mau semua kebaikan yang dibuat manusia bukan mengikuti fitrah, melainkan karena takut dan cinta Tuhan. Semua kebaikan yang dihasilkan oleh proses ibadah dan mujahadah akan sanggup bertahan terhadap sembarang ujian yang datang. Tuhan mau kebaikan itu sebagai hasil proses mujahadah dari ibadah kepada Allah. Sifat-sifat itu akan tersimpan di dalam lubuk hati, bukan di kulit-kulitnya saja.
Ema menambahkan bahwa dalam mujahadah perlu pertolongan Tuhan. Mujahadahpun tidak bisa dilakukan sendirian tanpa bantuan Tuhan. Manusia terlalu lemah untuk beribadah dan bermujahadah. Walaupun sudah diusahakan mujahadah, namun masih mudah tergoyahkan. Kita harus melibatkan bantuan Tuhan. Kita tak boleh mengira kalau kita sanggup mujahadah tanpa bantuan Tuhan.
Dalam ulasannya, Yussy melihat relevansi mengapa kebaikan yang dibuat bukan karena Allah akan sia-sia. Kebaikan yang dibuat atas dasar fitrah terlalu rapuh, mudah kalah oleh ujian. Kebaikan yang diperoleh dari proses ibadah,mujahadah akan lebih kekal. Kita sering lihat bagaimana orang-orang yang sering terlihat baik, tapi bila diuji, kebaikannya sirna seolah-olah tak ada bekas.
Terlihatlah kini betapa hebatnya pengaruh ibadah dan mujahadah. Tepatlah kalau Tuhan kehendaki setiap kebaikan mesti berlandaskan ibadah. Kalau tidak, dianggap sia-sia.
Bagaimana pendapat Anda?
Wallahu a'lam
No comments:
Post a Comment