Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim berdasarkan hadis dari Saidina Umar bin Khattab bahwa di suatu ketika, majlis Rasulullah didatangi Jibril AS. Terjadilah tanya jawab antara malaikat penyampai wahyu itu dan Rasulullah SAW tentang beberapa hal: islam, iman, ihsan, dan saat kedatangan hari kiamat. Tentang ihsan, malaikat Jibril yang hadir dalam wujud manusia berpakaian serba putih dan bersih itu menanyai beliau, "Apa ihsan itu."
Nabi menjawab, "Beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah. Walaupun engkau tidak akan melihatNya, sesungguhnya Dia melihat engkau."
Itulah ihsan dalam denifisi Rasulullah SAW. Jawaban itu melengkapkan seluruh dimensi ibadah kepada Allah, yang merupakan satu-satunya misi hidup manusia di dunia ini.
Ada tiga dimensi ibadah: islam, iman, dan ihsan. Islam menjawab "apa" yang harus dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah. Iman menjawab "mengapa" itu harus dilakukan. Ihsan menjawab "bagaimana" melakukannya. Ketiga-tiganya menyatu dalam satu wujud, yaitu ibadah, walaupun masing-masing berperingkat berbeda.
Ibadah kepada Allah meliputi seluruh amal yang berada dalam rambu-rambu perintah, larangan, dan keizinan Allah. Yang wajib dan sunat adlah untuk dikerjakan; yang haram dan makruh, untuk ditinggalkan; dan yang mubah boleh dikerjakan ataupun ditinggalkan sesuai kadar manfaat dan mudaratnya. Itulah dimensi Islam.
Sementara itu, dimensi iman mengajarkan "mengapa" menjalankan ibadah itu? Suatu amalan yang tidak didorong oleh keyakinan akan Allah, bukan saja rapuh dan lemah, tetapi bukanlah ibadah. Amalan yang bukan karena Allah, walaupun bertepatan dengan syariat, ditolak Allah.
Hanya iman yang dapat melahirkan rasa takut dan cinta yang sejati yang berakhir dengan perbuatan yang dinamakan ibadah itu. Seseorang mungkin saja terlihat menjalankan syariat. Tetapi, apa motivasi sesungguhnya. Karena Allah atau karena sesuatu yang lain. Banyak hal dalam hidup ini yang membuat orang taat syariat: bisa manusia, bisa negara.
Berbeda dengan islam dan iman yang masing-masingny menjelaskan "apa" dan "mengapa" beribadah, dimensi ihsan menjelaskan "bagaimana" ibadah itu diimplementasikan. Bagaimana kualitas suatu ibadah dikendalikan.
Ihsan secara harfiah bermakna "sesuatu yang sempurna", "sesuatu yang cantik", atau "sesuatu yang indah". Allah tidak mau kalau hamba-hambaNya itu beribadah hanya terdorong oleh rasa takut dan cinta. Allah sendiri menciptakan alam ini dan bahkan kehidupan ini secara sempurna. Dia mau hamba-hambaNya juga mengejar kesempurnaan. Ia mau setiap elemen dalam ibadah itu dibuat sesempurna mungkin, seindah mungkin, dan secantik mungkin.
Menurut Rasulullah, kualitas ibadah yang sempurna, indah, dan cantik seperti itu hanya bisa dicapai apabilia ada rasa diawasi, rasa diperhatikan, dan disaksikan secara terus menerus oleh Allah selama proses ibadah itu berlangsung. Coba kita bayangkan, bagaimana rasanya cara kita shalat di hadapan Allah. Di hadapan manusia saja, orang memperbagus amalannya, apatah lagi di hadapan Zat Yang Maha Berwibawa. Masalahnya adalah tidak semua orang dapat merasakan kehadiran Allah. Bahkan mungkin ada yang melakukan ibadah-ibadah itu sementara ia tidak yakin dengan Allah.
Ihsan sungguh mahal. Dengan iman, seseorang akan takut, sedangkan dengan ihsan seseorang akan punya rasa malu, rasa hormat, rasa rindu pada Allah. Ihsan, yang menjadi maqam tertinggi ibadah, itu menjadi sorotan serius orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah.
Orang yang mencapai maqam ihsan akan memiliki sifat-sifat taqwa dalam dirinya. Dan, setinggi-tingginya derajat manusia di sisi Allah adalah yang bertaqwa. Ihsan adalah bentuk taqwa itu sendiri dalam bathin.
Wallahu a'lam
Bagaiamana pendapat Anda?
No comments:
Post a Comment