Hampir semua kita sepakat bahwa iman akan melahirkan rasa takut dan cinta pada Tuhan. Kalau iman pada Tuhan itu benar-benar ada di hati, orang itu akan takut dengan Tuhan. Rasa takut akan melahirkan ketaatan pada hukum Tuhan. Jadi mustahil orang yang beriman bermaksiat.
Yang nampaknya kurang disepakati di kalangan penda'wah adalah bagaimana memasukkan iman itu ke dalam objek da'wahnya. Sebagian mengira iman bisa ditumbuhkan melalui transfer ilmu. Maka diadakanlah berbagai majlis ilmu, diterbitkanlah buku-buku Islam sebanyak mungkin, didirikanlah sekolah-sekolah keilmuan Islam, diadakan seminar, training keislaman,dll. Hasilnya? Ya, "ilmu" . Trasnfer ilmu hasilnya ilmu. Ilmu memang bertambah luar biasa. Masyarakat menjadi lebih faham dengan Islam. Orang-orang menjadi lebih pandai berbicara dan menulis tentang Islam. Banyak yang lebih pandai berdalil dan berhujjah. Di mana-mana bermunculan label-label Islam.
Bagaimana dengan iman? Bahwa masih buruknya akhlak dan banyaknya maksiat merupakan petunjuk bahwa iman ternyata tidak bertambah dengan bertambahnya ilmu. Bahkan iman bisa berkurang dengan sangat drastis meskipun ilmunya tidak berkurang. Bukti itu banyak sekali. Orang awam saja melihat bukti-bukti itu dengan kasat mata.
Adalah Hasan Al-Bishri, orang yang sering disebut-sebut sebagai tokoh yang pertama sekali mencetuskan secara sistematik bahwa iman tidak bisa ditumbuhkan melalui ilmu. Beliau menawarkan suatu proses yang disebut tariqah (jalan spiritual). Istilah tariqah sendiri tidak pernah dipakai di zaman Nabi. Namun, beliau yakin bahwa Nabi menggunakan cara tersebut menumbuhkan iman para sahabatnya. Sahabat yang sering disebut sebagai model aplikasi tariqah Nabi adalah gurunya sendiri, yaitu Saidina Ali Bin Abu Thalib. Proses tariqah nabi sering dirujukkan juga kepada proses yang dilakukan Nabi kepada sahabat yang tinggal di asrama masjid Nabi yang dipanggil Ahlu Shuffah.
Ciri khas tariqah terletak pada 3 unsur penting: mursyid, murid, dan metoda yang disebut suluk. Di dalam tariqat, mursyid bukan sekedar guru. Mursyid adalah pemimpin spiritual yang berfungsi sebagai guru sekaligus pembimbing. Fungsi pembimbing jauh lebih dominan. Karena itu keberadaan mursyid ini mutlak karena dipandang sebagai wasilah bagi mengalirnya iman ke dada murid. Untuk fungsi itu, mursyid harus memiliki tingkat iman yang tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkandengan murid. Tanpa tingkat iman yang tinggi ini, ia tidak mungkin berfungsi sebagai transformer iman yang akan mencetuskan iman di hati para murid.
Murid, atau sering disebut salik, sendiri adalah orang yang secara sengaja menempuh tariqat tanpa paksaan. Kerelaan itu biasanya diikat dengan suatu bai'ah dengan mursyid.
Suluk adalah suatu metoda yang terpadu dan terpimpin. Suluk terdiri dari berbagai penugasan, latihan, dll yang harus dilakukan secara istiqamah. Metoda pun bertingkat-tingkat. Metode adakalanya seragam bagi semua murid, tapi adakalanya berbeda-beda tergantung pada individu. Tapi, inti dari semua metoda adalah "pergaulan" yang rapat antara murid dengan mursyid. Pergaulan yang rapat dan komunikasi intensif antara murid dan mursyid dipandang sebagai metoda yang paling ampuh dalam transformasi iman.
Tariqah terdiri 3 paket : (1) penyadaran, (2) pemahaman, dan (3) penghayatan. Walaupun paket-paket itu dimulai secara bertahap: 1,2 dan 3; namun akhirnya ketiga paket berjalan secara simultan. Yang perlu dicatat adalah bahwa pada semua paket itu, murid harus selalu terhubung rapat dengan mursyid.
Pada paket penyadaran, murid dibawa kepada rasa perlu dengan agama dan Tuhan. Paket ini diberikan pada tahap yang paling awal. Dalam paket ini, Nabi tidak terlalu mempermasalahkan berbagai interpretasi berbeda tentang identitas keislaman seseorang. Sepanjang dia tertarik dengan Islam dan bersedia bergabung dengan Islam, mereka dipandang muslim. Bahkan Nabi sendiri sering memberikan definisi Islam yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan mereka masing-masing.
Pada paket pemahaman, murid dibawa kepada proses transfer ilmu. Ada ta'lim. Rasulullah memulakan paket ini dengan memperkenalkan Allah serinci-rincinya. Inilah yang dikenal dengan istilah "awwaluddin ma'rifatullah.
Pada paket yang ketiga, murid dibawa kepada pengamalan spiritual. Murid dibawa kepada satu kondisi sehingga dia merasakan bagaimana rasanya beragama itu. Murid tidak hanya diberitahu tentang sifat-sifat Allah, tapi mereka dibawa merasakan sifat-sifat Allah itu. Ma'rifatullah pada paket kedua dipadukan dengan pegamalan lahiriah (syariat) dan pengamalan batiniah (hakikat).
Islam adalah kepatuhan pada syariah. Islam pada tahap yang paling elementer tidak mempersoalkan apa sebab ia patuh. Yang penting ia patuh. Apapun sebab kepatuhannya, keislamannya diakui oleh Allah dan Rasul. Maqam pertama adalah islam. Tapi, kepatuhan semacam itu tidak ada jaminan selamat. Allah hanya menerima kepatuhan karena Allah saja. Inilah yang disebut iman, sebagai maqam kedua. Ada satu maqam lagi. Kepatuhan karena Allah masih belum sempurna. Di maqam ketiga, Allah menghendaki semua kepatuhan mesti ditujukan hanya untuk Allah. Inilah Ihsan.
Kalau kita kaitkan tariqat dengan ketiga maqam itu, ini berarti bahwa tariqah adalah satu proses terpadu dan terpimpin yang ditempuh oleh seseorang untuk berpindah dari maqam islam, menuju iman, dan kemudian naik ke ihsan. Maqam Islam adalah maqam pijakan awal. Maqam iman adalah maqam cukup. Maqam ihsan adalah maqam sempurna. Buah dari proses tariqah itulah yang dinamakan taqwa. Maqam tertinggi manusia adalah muttaqin, orang yang bertaqwa.
Jadi, tariqah adalah proses transformasi iman, bagi seorang muslim menuju maqam tertinggi muttaqin.
Wallahu a'lam
Bagaimana pendapat Anda?
No comments:
Post a Comment