Breaking

Tuesday, September 2, 2008

Tradisi Puasa

Ada tiga macam tradisi berpuasa: puasa orang awam, puasa orang soleh, dan puasa orang arif. Masing-masing tradisi memiliki dasar dan tujuannya sendiri-sendiri. Masing-masing memiliki pengikut yang juga tidak sedikit.

Puasa orang awam adalah puasa badan. Puasa dipahami sebagai "manahan makan, minum dan syahwat" di siang hari, mulai dari terbit fajar sampai dengan tenggelam matahari. Orang-orang awam memandang, kalau seseorang sudah lulus dari godaan makan, minum dan syahwat dalam waktu yang ditetapkan itu, mereka merasa sudah berpuasa. Sesuai tujuannya berpuasa, hasil yang dicapai pastilah sesuai, yaitu turunnya berat badan.

Puasa orang soleh adalah puasa nafsu. Puasa dipahami sebagai penyucian jiwa dari sifat-sifat tercela, seperti marah, dengki, cemburu, rakus, dan tamak. Terlaksananya puasa lahiriah tanpa adanya peningkatan pengendalian nafsu, bagi orang soleh belum dipandang sebagai puasa. Itulah sebabnya mereka terus berjuang untuk menahan nafsu mereka di hari-hari puasa.

Puasa orang arif adalah puasa hati. Puasa dipahami sebagai sarana ubudiah, menjinakkan hati kepada Tuhan dan menjauhkan kelalaian. Tidak makan - minum, dan terkendali nafsu, tapi tidak meningkat rasa cinta dan takut dengan Tuhan, dipandang oleh orang arif belum puasa. Bagi mereka, puasa adalah sebuah madrasah penempaan jiwa, yang tadinya lalai menjadi khusu' dengan Tuhan.

Nabi telah membagi Ramadhan dalam tiga pula: sepuluh hari pertama, sepuluh hari kedua, dan sepuluh hari ketiga. Sepuluh hari pertama adalah rahmat, sepuluh hari kedua adalah ampunan, dan sepuluh hari ketiga adalah pembebasan api neraka. Orang awam, targetnya adalah rahmat Allah. Orang Soleh , targetnya ampunan allah, dan orang arif targetnya adalah terbebasnya manusia dari segala belengu, kecuali Tuhan.

Kesempurnaan puasanya hanya bisa dicapai dalam tiga dimensi sekaligus, yaitu jasad, nafsu, dan hati. Kita harus berpuasa secara lahir dengan menghentikan makan, minum, dan syahwat di siang hari. Tapi secara batiniah, kita wajib mendidik nafsu dengan mengekang kehendak-kehendaknya berbuat yang tercela, seperti marah, rakus, kikir, buruk sangka, malas. Bersamaan dengan itu, kita mengisi hati kita dengan tunduk dan khusu' pada Tuhan, mengisi hati dengan rasa takut dan cinta Tuhan. Dari sinilah hakikat puasa akan tercapai. Puasa seperti inilah yang benar-benar akan membawa kita menggapai taqwa.

No comments:

Post a Comment